Boarding Story #27
Abid Al Bahy Fitzmuslim
Asa yang Hampir
Musnah
Senin pagi, Disebuah desa kecil bernama Palattae langit seolah tersenyum cerah menyelimuti seluruh desa. Pagi itu di sebuah SMA kecil yang terletak ditengah tengah desa, tampak semua orang bersemangat dengan kegiatannya masing masing. SMA itu memiliki lapangan yang berbentuk persegi panjang, yang terbentang luas dari ujung ke ujung yang bertempat di halaman belakang sekolah. Lapangan itu juga seringkali menjadi tempat berkumpul para siswa.
SMA
itu terletak tepat di tengah-tengah sawah sehingga tak heran jika banyaknya
debu gabah yang selalu menghiasi sudut-sudut kelas. Suasana kelas yang pengap
dan berantakan. Lantai kelas yang terbuat dari semen yang menambah kesan pengap dari kelas tersebut. Langit-langit yang tidak
dilapisi plafon menambah suasana panas kelas.
“..MAANNGGG!!..”
teriak seorang wanita paruh baya dengan nada kesal sambil berjalan ke arah ujung ruangan kelas. Sementara itu
diujung ruangan tersebut, tampak anak laki-laki yang tengah terlarut dalam
mimpinya diatas meja kayu. Mendengar teriakan yang tak jauh darinya, seorang
anak laki-laki bernama Rosman itu tiba tiba terbangun dengan raut wajah datar
seolah tidak terjadi apa apa. “ada apa bu?”, ucapnya setengah sadar. “masih
nanya kamu ada apa?!, ini masih pagi mang, kalo mau tidur ya dirumah!! Sini
ikut ibu!”, ucap guru yang bernama Bu Fatimah itu sembari menarik tangan Rosman
menuju ke ruang guru BK.
Hari
itu Rosman kembali berurusan dengan guru BK, Rosman yang kerap disapa Omang itu
memang terkenal disekolahnya dengan sifatnya yang malas dan menganggap masa
bodoh terhadap urusan sekolahnya. Sehingga tak heran jika Ruang Bimbingan
konseling sudah menjadi kelas kedua bagi Omang.
Selesai
sekolah omang tidak langsung pulang, melainkan langsung mengunjungi warnet
langganannya, dia bahkan rela tidak jajan demi bisa menghabiskan waktu diwarnet
setiap harinya. Sejak SMP Omang memang memiliki ketertarikan yang amat besar
dengan komputer
atau laptop dia bahkan bisa menghabiskan waktu berjam jam hanya untuk mengotak
atik computer.
Sepulangnya
dirumah Omang mendapat perlakuan yang tidak jauh berbeda dengan disekolah. Oman
tiba dirumah disambut dengan omelan sang ibu yang sangat marah sekaligus
khawatir padanya. “Manggg!! Ini sudah jam berapa nak?! Kamu dari mana saja? Ibu
dengar tadi pagi kamu masuk ruang BK
lagi?! Mau sampai kapan kamu seperti ini, bapakmu itu kerja seharian biar kamu
bisa sekolah yang baik mang!”, tutur sang ibu dengan nada tinggi dan sedikit
khawatir. “maaf bu, omang ketiduran dikelas,” ucap omang dengan rasa bersalah.
“ya sudah, kamu cepat
mandi dan ganti baju jangan sampai bapakmu tahu, bisa bisa dia marah besar
kalau kamu bikin masalah lagi disekolah” kata sang ibu.
Omang
tinggal bersama kedua orang tuanya di rumah kecil dengan ekonomi yang terbilang
kurang dari kata cukup. Ayahnya bekerja serabutan hingga pulang larut malam
tiap harinya untuk menafkahi keluarganya, sedangkan ibunya hanya seorang ibu
rumah tangga yang mengurusi kedua anaknya.
Esok
harinya, di sekolah, tibalah saat dimana hasil ujian minggu lalu diumumkan.
Semua siswa tampak penasaran dengan hasil ujiannya, beberapa tampak sangat puas
dan senang, namun sebaliknya sebagian yang lain terlihat sedih dan kecewa tidak
terkecuali Omang yang lagi dan lagi mendapat nilai terendah dari semua siswa di
angkatannya. “aishh, kalau ketahuan bapak pasti bakal dimarahin habis habisan,
pokoknya kertas ini harus kusembunyikan sepulang ke rumah nanti”, gumam Omang
dalam hati. Omang memang terkenal sebagai siswa yang sangat tidak berbakat
bahkan tidak satupun dari mata pelajaran sekolah yang membuatnya tertarik atau
bersemangat.
Sepulang
sekolah hari itu, seperti biasanya omang langsung menuju ke warnet untuk
mengotak atik computer kesayangan yang sering disewanya. Omang yang tanpa sadar
ternyata memiliki bakat dalam hal programming, dia bahkan bercita cita menjadi
seorang programmer professional. Hal itulah yang membuatnya selalu menghabiskan
waktu berjam jam dengan komputer di warnet.
Suatu
hari Ketika sedang asyik mengakses internet, Omang membaca sebuah iklan yang
berisi informasi kompetisi programming. Melihat itu, seketika muncul gejolak
dalam hatinya untuk ikut mendaftar namun karena membutuhkan biaya pendaftaran
Omang akhir akhir ini mulai menabung sedikit demi sedikit sembari menghabiskan
waktunya untuk belajar lebih banyak tentang programing, bahkan tidak jarang dia
keluar rumah diam diam untuk begadang semalaman di warnet hanya demi bisa
belajar programming. Hal itulah yang
membuatnya sering tidak bisa fokus bahkan tertidur dikelas saat pelajaran
berlangsung.
Jam
di warnet menunjukkan pukul 17.00, Omang yang panik kemudian buru buru pulang
ke rumahnya. Sesampainya dirumah, Omang terdiam sejenak lalu menghela nafas
sambil bergumam “ah, syukurlah, aku baru ingat sore ini ibu sedang mengikuti
acara mingguan di masjid, setidaknya hari ini aku selamat dari omelan ibu”.
Omang yang merasa lelah kemudian langsung berganti pakaian lalu tanpa pikir
panjang merebahkan badanya dikasur dan terlelap seketika.
Hari
itu bapak ternyata pulang ke rumah lebih awal. Bapak yang melihat kamar Omang
begitu berantakan kemudian masuk dan merapikan kamar anaknya itu. Esok harinya
bertepatan dengan haari libur nasional, Omang yang bangun agak telat kemudian
menuju ke dapur, anehnya bapak yang biasanya keluar mencari pekerjaan bahkan di
hari libur sekalipun sekarang sudah duduk di meja dapur bersama ibu Omang.
Seolah mereka menunggu seseorang sejak tadi. “Omang, bapak dan ibu mau tanya
apa tidak ada yang mau kamu sampaikan pada bapak atau ibu kamu?” tanya bapak
dengan raut wajah yang tampak sangat serius, “g..gga..aada kok pak? Memangnya
kenapa bapak tiba tiba tanya begitu?” jawab Omang dengan sedikit gugup dan
bingung. “Terus ini apa Mang!” ujar bapak dengan nada kesal sembari menunjukkan
beberpa lembar kertas yang dipegangnya.
Omang
seketika terdiam dan mulai sadar dengan kertas yang ditunjukkan sang bapak.
“ma..maaf pak, O..Omang takut” ujarnya dengan rasa bersalah sembari menunduk
dalam. “MAAF APANYA MANG!, Selama ini kamu ngapain aja?!! Bapak capek capek
kerja biar kamu bisa sekolah yang baik, tapi ini apa?! Nilai ujian kamu ga ada
yang lulus mang!” ucap bapak dengan marah yang tak terbendung lagi, “kalau
semalam bapak tidak beresin kamar kamu, bapak ga tau sampai kapan kamu mau bohong
sama orang tuamu sendiri! Apalagi bukan cuma sekali mang! Bapak selalu nyuruh
kamu supaya giat belajar! Tapi kamu ngapain?! TIAP HARI MAIN WARNET!! MAU JADI
APA MANGG!?” tambah bapak dengan emosi sejadi jadinya.
Omang
yang melihat Bapaknya yang marah besar dan ibunya yang menangis sejadi jadinya,
tidak bisa berbuat apa apa, semua sarafnya seakan membeku, dia hanya bisa diam
terpaku dan menyadari kesalahan besarnya selama ini.
Sementara
itu sang bapak yang sejak tadi meluapkan emosi dengan sejadi jadinya tiba tiba
runtuh seketika, membuat ibu dan Omang sangat Panik. “Mang..!! Cepat telpon
ambulan, sepertinya penyakit bapak kambuh!!”.
Hari
itu adalah hari yang paling buruk, Omang merasa sangat bersalah dan terpukul
dengan kejadian yang menimpa dirinya dan Ayahnya.
Semenjak
hari itu, Ayah omang jatuh sakit dan harus dirawat berbulan bulan, sementara
Omang harus putus sekolah untuk membantu ibunya bekerja serabutan dan mencari
penghasilan untuk kehidupan keluarganya.
Setahun
Berlalu, Ayah Omang sudah kembali bekerja seperti biasanya sementara Omang
mulai kembali bersekolah dengan baik, ia tak lagi pernah mengunjungi warnet dan
mulai berusaha serius di sekolahnya. Hingga di tahun terakhir sekolah, semua
siswa mulai bersiap menghadapi ujian akhir sekolah, Omang yang memang tidak
memiliki pemahaman yang baik
dalam mata pelajaran sekolah, meskipun sudah berusaha sebaik mungkin untuk
belajar tetap saja tidak mampu mendapatkan nilai yang maksimal di ujian akhir
sekolahnya. Hal itupun membuatnya sulit diterima di Universitas negri manapun,
Omang
terus terusan menyalahkan dirinya yang tidak memiliki bakat apapun dan selalu
masa bodoh dengan urusan sekolahnya. Hingga akhirnya disaat saat dimana dia
hampir putus asa untuk melanjutkan pendidikannya. Omang menemukan selembar
brosur yang tertempel di sebuah tiang. Brosur itu berisi informasi pendaftaran
Universitas terbuka yang terdengar asing bagi Omang. Setelah membaca brosur
tersebut, seolah sebuah cahaya masuk dan menerangi hatinya membuatnya memiliki
sebuah harapan baru.
Omang yang sadar akan dirinya yang memiliki keterampilan
yang cukup tinggi dalam bidang komputer membuatnya tertarik untuk mendaftar di
Universitas tersebut. Sangat besar harapan Omang untuk masuk ke Universitas
itu, berharap nantinya lebih mudah mendapatkan jalan kedepannya dalam mencapai
kesuksesan.
Omang merasa sangat khawatir, perasaannya campur aduk.
Namun tak lama, sebab yang ia harapkan berujung dengan baik. Omang lulus dan
diterima di Universitas tersebut. Sangat bangga dan mulai yakin akan dirinya
yang juga ternyata memiliki kemampuan khusus dibidangnya.
Orang sangat berbeda dibanding saat SMA, kini ia tak lagi
bermalas malasan. Belajar degan sungguh sungguh dan tentunya giat dan juga
rajin. Omang tak mau menyiakan kesempatan yang ia peroleh. Memiliki prinsip
yang baik membuatnya tak goyah dalam menempuh pendidikannya dengan baik dan
benar. Ia ingin membuktikan pada dirinya sendiri dan tentu orang terkasihnya,
orang tua bahwa kekecewaan yang sudah ia berikan akan berbalas dengan
kesuksesan.
4 tahun berlalu, dengan kesungguhannya kini Omang lulus
dari Universitas tersebut. Ia kemudian mencoba mencari pekerjaan untuk
melanjutkan perjalanannya. Mendengar berita dari sebuah Sekolah yang berada di
Panyula, Sekolah Islam Athirah Bone yang tengah mencari tenaga kerja atau karyawan
dalam bidang komputer, Omang tak pikir panjang. Ia segera melengkapi berkas
berkasnya lalu kemudia mendaftar ke Sekolah tersebut.
Kehidupan Omang kini berubah 180 derajat, ia diterima
bekerja di Sekolah tersebut. Omang sangat bangga akan pencapaiannya. Sekarang
ia memiliki pekerjaan tetap dan tentunya dibidang yang memang ia geluti selama
ini. Sekolah Islam Athirah Bone menjadi saksi perjalanan panjang Omang dalam
mencapai kesuksesan dan menjadi bukti bahwa usaha tak pernah mengkhianati hasil
juga tak ada manusia di dunia ini yang tak memiliki kemampuan. Manusia
diciptakan dengan kekurangan dan juga kelebihan, semua bisa dicapai dengan
kesungguhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar