Boarding Story #52
Nouval Roihan
KAFSA
“Dikabarkan gempa di kota Mamuju sangat parah pada pagi ini. Jaringan disana hilang. Juga banyak korban bencana. Mari kita semua mendoakan saudara saudari kita yang berada di sana agar tetap aman dan selalu berada dalam lindungan Tuhan.” begitu ucap pembawa berita dalam salah satu acara pada televisi.
Baru saja aku melihat acara berita itu
melalui laptop ku. Aku tidak dapat melihat melalui saluran televisi karena
disini tidak ada televisi.
Aku yang saat ini sedang berada di
sekolah Islam Athirah Bone terus menerus mendoakan keluarga ku yang berada di
Mamuju agar mereka senantiasa selamat.
Aku takut dan rasanya ingin pulang.
Tapi hal itu terlalu tidak mungkin.
Oh ya, namaku Kafsa. Teman temanku
memanggil ku Kafsi terkadang juga Kafsa Kafsi. Panggilan yang cukup lucu. Aku
sudah bersekolah di Athirah Bone sejak 1 tahun lalu. Kini aku menduduki kelas
8.
Pertama kali masuk disini, ku lihat
tempatnya memang bagus. Namun 1 hal yang terkadang membuatku bingung ialah,
selasar.
Entah itu di sekolah maupun di asrama.
Selasar lah yang selalu menjadi bagian dari kebingunganku.
Selain selasar, ada lagi 1 hal yang
membingungkanku. Koridor, ini juga sering membuat ku bingung.
Terkadang aku tak bisa membedakan
koridor dan selasar, selasar dan koridor atau apa pun lah itu.
Terkadang mereka terlihat sama buat ku.
Perlu waktu yang lama untuk membedakan keduanya buatku.
Ada banyak koridor di sini. Tapi aku
tak tahu menjelaskannya secara rinci.
Di sekolah ada banyak selasar. Di
asrama juga ada banyak selasar.
Di asrama ada selasar utama, selasar
area, selasar wc, dan lain lain.
Selasar utama terletak di …
Selasar area terletak di bagian depan
kamar setiap area masing masing.
Di asrama putra, ada 6 area. Andalusia,
Granada, Cordoba, Istanbul, Damaskus, Alexandria. Setiap area ini memiliki
selasar masing masing.
Begitu banyak selasar area, tapi ada 1
yang aneh.
Selasar area Cordoba.
Mitosnya, jika kita tinggal di area
cordoba lalu keluar kamar pukul 01.23 maka kita tidak akan pernah kembali lagi.
Entahlah, aku juga tidak pernah
mencobanya. Mungkin juga tidak akan pernah berani mencobanya.
Aku tinggal di area Granada, samping
Cordoba. Setiap terbangun tengah malam, aku biasanya merasakan aura aura aneh
dari sebelah.
Namun tak ku acuhkan karena saat itu
aku ingin buang air kecil. Jadi aku bergegas ke toilet tanpa peduli keadaan.
Suatu hari, aku bermain di kamar teman
ku yang berada di area Cordoba. Saat itu sore. Tapi aku tertidur. Temanku juga
tidak membangunkan ku karena ia juga tertidur.
Jam menunjukkan pukul 01.20, sudah
larut tengah malam. Tanpa ba bi bu aku langsung mengumpulkan nyawa untuk
kembali ke kamar ku.
Ketika aku membuka pintu, aku terkejut
karena keadaan sangat gelap. Aku cukup takut tapi aku memberanikan diri untuk
keluar kamar dan kembali ke kamarku.
Aku berdiri mematung ketika masih
berada di selasar. Tunggu, aku merasa ada yang janggal. Aku teringat sesuatu.
Aku kembali melirik jam, 01.23. Astaga!
“AAAAA.” Aku berteriak, terkejut.
Sesuatu tiba tiba menarikku dengan sangat kencang. Aku tidak berani membuka
mata. Aku takut.
“HAHAHHAHA.” Tawa jahat menggelegar.
Aku mencoba membuka mata ku perlahan.
Ketika mata ku telah terbuka
sepenuhnya, aku terkejut. Hei, itu temanku!
“Lah? Mar?” Tunggu, apa? Berarti Anul
telah menjadi hantu.
“Kau ni aneh lah. Masa kau tidak sadar.
Aku yang selalu membawa orang orang ke sini.”
“Kenapa Mar? Kenapa kau lakukan ini? Na
teman ki Ammar!”
“Iya itu dulu. Sebelum kedatangan si
murid baru itu.”
*
Murid baru hadir di Athirah Bone.
Namanya Fahri.
Ammar adalah orang yang sangat ramah.
Banyak yang suka berteman dengannya. Selain ramah, Ammar juga baik dan sangat
pintar. Makanya tak jarang orang selalu ingin berteman dengannya.
Kalau kata sebagian orang, Ammar itu
happy virus. Dia suka melawak.
Tapi semua berubah. Semenjak kedatangan
Fahri.
Fahri sebenarnya bandel. Namun ia juga
cukup pintar. Fahri ramah.
Perbedaan antara Fahri dan Ammar itu
hanya letak kebaikannya. Beberapa orang menyegani Fahri karena kata mereka
Fahri itu asik. Pelanggaran yang ia buat menyenangkan beberapa orang.
“Senang senang dulu. Dihukum urusan
belakang.” Begitu kata mereka.
Berbanding terbalik dengan yang
menyegani Ammar, ia baik. Tidak suka membuat pelanggaran.
“Lebih baik tidak dilakukan dari pada
mendapat masalah.” Begitu katanya.
Namun susah sekarang. Banyak orang yang
lebih memilih asik dari pada baik.
Ammar sakit hati. Ia kesal terhadap
orang orang. Mengapa mereka memilih jalan buruk.
*
“Makanya saya culik mereka satu satu.
Biar bisa dikasi tau.”
Eval.
“Tapi Mar, bukannya dengan begitu kamu
juga malah bikin masalah? Lebih baik di bicarakan baik baik. Pelan pelan. Tidak
harus pakai cara jahat begini. Kan secara tidak langsung, kamu juga membuat
masalah dengan melakukan ini.”
Ammar terdiam.
“Tapi mereka tidak bisa dibilangi.”
“Coba pelan pelan lah Mar. Masa kau ini
gampang menyerah begitu? Coba lagi. Stop begini. Lebih baik tidak dilakukan
dari pada mendapat masalah toh?”
Ammar mengangguk. Ia akui itu benar.
Ammar pun melepaskan orang orang satu
persatu lalu membiarkan mereka pergi.
Aku masi tinggal disitu.
“Kenapa masih di sini kau? Keluar lah
sana.”
Kafsa menggeleng, “Tidak papa. Kau
keren Mar. Saya bangga lah sama kau ini. Kau anak baik. Jangan rusak dirimu
sendiri nah. Mau ka tidur.”
Aku pun kembali meninggalkan Ammar yang
masih terdiam membeku di tempat tersebut.
Tak lama Ammar tersenyum lalu ia keluar
dari tempat tersebut.
Keesokan harinya, Ammar pergi menemui
satu per satu temannya. Ia meminta maaf. Apa lagi kepada teman yang ia culik.
Ia sangat minta maaf.
Ammar mencoba mencari Fahri.
Ammar melihatnya keluar dari ruang BK.
Fahri terlihat murung. Sepertinya Fahri telah membuat masalah lagi.
Ammar pun mendatangi Fahri. “Fahri, kau
ini kenapa?”
“Biasa Mar. Ih sudah malas kayanya aku
bikin masalah. Sudah tobat aku.”
“Haha nah begitu dong. Alhamdulillah
kalau begitu. Lebih baik memang begitu. Tidak perlu jadi jahat untuk disegani
banyak orang. Biasa biasa saja. Yang penting baik.” Fahri terlihat mengangguk.
Mereka berdua menuju kamar Ammar. Fahri
ingin main disana. Sekedar menumpang. Palingan juga mereka akan tertidur.
Benar. Beberapa waktu kemudian, mereka
berdua telah terlelap di ranjang tersebut.
Sore tiba, aku memasuki kamar Ammar dan
terkejut melihat mereka berdua.
“We bangun. Pasti tidak sholat ashar ko
berdua deh.”
Terkejut. Pastinya. Mereka benar benar
melewatkan sholat ashar di masjid tanpa sadar.
“Cepat mi. Pergi mi wudhu baru sholat
disini.” Dengan rasa malas, Ammar dan Fahri pergi ke wc untuk mengambil wudhu
lalu melaksanakan sholat ashar di kamarnya.
Untung saja tidak ada pembina. Jika
ada, tamatlah mereka.
Selesai sholat, kami bertiga duduk di
ranjang.
“Bagaimana mi kalian?” Tanyaku.
“Tidak bagaimana bagaimana. Sudah ka
minta maaf.” ucap Ammar.
“Tobat ma juga deh. Cape ka masuk BK.”
ujar Fahri.
Kami bertiga tertawa.
Selepas sholat Isya, kami bertiga
berkumpul kembali di kamar Ammar.
Tak dirasa kami ketiduran.
Aku terbangun pukul 01.22. Aku melihat
Ammar di samping ku.
“Ammar, Ammar!”
“Hah? Apa?”
“Ketiduran ka. Eh mana Fahri?”
“Hah? Fahri siapa?”
01.23
“Lah, masa kau tidak tau Fahri?”
“Ah tidak ada yang namanya Fahri. Mimpi
kali kau. Sudah lah jangan ngigo, tidur lagi. Besok saja kau kembali ke kamar
mu.”
Ammar sudah kembali tidur. Aku
kebingungan, masih mencerna suasana.
Kalau memang ini semua mimpi,
berarti sebenarnya mitos 01.23 itu
tidak benar ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar