Senin, 15 Mei 2023

Pelangi Setelah Hujan_Meisya DP

 

Boarding Story #53

Meisya Dwi Putri

 

Pelangi Setelah Hujan

 

                Namaku Farel, aku bercita-cita menjadi superhero. Meskipun orang-orang sering menganggap ku remeh, tapi itu tidak apa-apa, bukankah superhero memang sering dianggap remeh di awal dan dipuji di akhir? Aku ingin sekali menjadi hebat seperti Kapten Amerika, Spiderman, Superman, Aquaman, dan… diriku sendiri. “Farel, bangun!” tegas guruku, Pak Dani. “Kamu ini sering sekali tidur dikelas, bagaimana ingin jadi pahlawan kalau kebiasaan buruk kamu tidak bisa diganti?” kata Pak Dani menegurku. Pak Dani merupakan guru yang aku takuti di sekolah ini, bagaimana tidak takut? Dia memiliki otot yang kekar dan wajah yang sangar. Tapi aku yakin dia tidak seburuk itu, atau bahkan beliaulah yang akan membuat mimpiku untuk menjadi superhero menjadi nyata. Inilah aku, sang pemimpi dengan segala kebiasaan buruk dalam diriku, tapi aku yakin setelah ini akan ada keajaiban yang terjadi dalam diriku, ini hanya persoalan waktu saja.

***

               Aku memulai hari-hariku dengan terbangun di rumah panggung dengan nuansa vintage dan klasik. Kami menyebutnya dengan sebutan Rumah Ukir dikarenakan rumah ini dihiasi dengan ukiran pada bagian luarnya. Ini merupakan asramaku. Tempat dimana aku bisa merangkai segala cerita indah dan imajinasiku, dan tempat aku bisa mewujudkan segala mimpiku, semuanya aku mulai disini.

            Tepat sebelum waktu shubuh datang. Aku dibangunkan oleh Pak Abu, pembina asrama di sekolahku ini. Aku kemudian bangun dan beranjak dari tidurku untuk pergi buang air kecil, dan mengambil wudhu. Hanya ada empat WC disini, untungnya aku bangun lebih awal dari teman-temanku, kalau tidak, mungkin aku harus menunggu WC ini kosong terlebih dahulu. Kemudian, aku melaksanakan shalat berjamaah di Rumah Ukir. Setelah ini, aku harus mengerjakan beberapa kegiatan terlebih dahulu, baru kemudian aku harus belajar bersama teman-temanku yang tak seberapa jumlahnya. Itu merupakan hal yang wajar bila siswanya sedikit, karena disini hanya ada satu angkatan. Sebab itulah, Rumah Ukir yang hanya terdiri dari lima kamar ini bisa cukup dengan jumlah angkatanku, angkatan satu.

            Setelah semua kegiaatan selesai aku lakukan, aku kemudian bersiap untuk ke seolah. Aku memperbaiki tampilanku di depan cermin. Aku kemudian berjalan menuju gedung sekolah. Ini sudah saatnya menjadi superhero. Sepertinya aku melihat ada Ari disana.

“Hai Ari! Bagaimana hari ini?” tanyaku.

“Oh, hai juga Farel! Kau tampak bersemangat sekali kelihatannya.”

“Oh sudah pasti, aku akan menjadi superhero hari ini.”

“Hahaha, teruslah bermimpi Farel.”

“Tentu saja aku akan selalu bermimpi Ri, kalau kamu butuh bantuan panggil aku saja ya, aku siap menolongmu.”

“Siap pahlawan!” kata Ari sambil hormat kepada ku.

“Kamu mau ke kelas Ri?”

“Iya Rel, mau barengan?”

“Boleh juga, ayo.”

            Aku dan Ari kemudian masuk ke kelas. Sudah lumayan banyak orang yang tiba sebelumku. Bruk! Suara itu berasal dari pintu kelas, rupanya ada seseorang yang jatuh disana. Ini saatnya aku mengeluarkan aksiku. Aku langsung menghampiri orang tersebut. Rupanya dia adalah Ahmad, siswa culun di kelas ini. “Sini aku bantuin Mad,” kataku sambal mengulurkan tangan ke ahmad. Ahmad langsung menggenggam tanganku dan berusaha bangun dari jatuhnya. Tapi sepertinya, ini tak semudah yang aku pikirkan. Tubuh Ahmad lebih besar dariku, aku tak bisa menahannya, dia berat sekali. Bruk! Ini Nasib yang buruk, aku malah ikut jatuh bersama Ahmad. Semua mata tertuju padauk. Ini memalukan sekali. “Makanya jangan sok jagoan Rel!” teriak satu orang dari teman sekelas ku, diiringi dengan suara tawa dari teman sekelasku.

            Aku bergegas berdiri dan memperbaiki posisi ku, begitupun dengan Ahmad. “Sorry ya Mad, malah jadi hancur gini jadinya,” maafku kepada Ahmad. “Santai Rel, niat lu udah baik kok,” ujar Ahmad kepadaku.

            Gapapa Rel, masih banyak kesempatan lain,” gumamku dalam hati. Hari ini ada pembelajaran matematika. “Siapa yang bisa hapus tulisan di papan tulis?” tanya guruku. “Saya Bu!” Aku dengan sigap mengangkat tangan dengan percaya diri. “Ya, Farel silhakan.” Guruku mempersilahkanku. Aku kemudian maju kedepan. Tapi sepertinya, ini akan menjadi nasib buruk lagi. Aku tersandung di kaki meja saat hendak berjalan kedepan kelas. Brak! Mejanya jatuh dan menghasilkan kebisingan di kelas. “YAAA! SUPERHERO KITA JATUHIN MEJA, AHAHAHA” ejek teman kelasku. Semua orang tertawa karena ulah yang kubuat. Aku gagal lagi menjadi superhero.

             Jam sekolah sudah selesai, saat ini aku berada di Rumah Ukir. Hal heroik apa yang bisa aku lakukan disini? Aku tidak begitu berharap bisa membantu orang sore ini. “TOLONG! AKU KEKUNCI DI KAMAR!” Aku bisa mendengar suara itu dengan jelas. Langsung ku hampiri kamar tersebut, “halo, siapa didalam? Tenang aja aku Farel bakalan bantu kamu,” ujarku untuk menenangkan orang tersebut. “Ini aku Ari, tolongin Rel! Aku sendirian disini” Kata Ari meminta tolong kepadaku. “Tenang aja Ri, Farel superhero bisa bantu kamu.” Aku kemudian mencoba membuka pintu dengan mendobraknya. Tapi, itu tidak berhasil. Pegangan pintunya tidak berfungsi dengan baik. Aku mencoba meperbaiki pegangan pintu ini agar bisa berfungsi. Namun, sepertinya ini nasib yang buruk lagi bagiku. Pegangan pintunya terlepas, “Aduh! Malah rusak gini,” kataku pesimis. “Rel, kamu baik-baik aja kan?” tanya Ari khawatir. “Maaf Ri, sebenarnya… pegangannya lepas Ri, maaf ya” balasku dengan nada menyesal. “Aduh gimana sih Rel, bukannya bantuin malah buat masalah baru. Yaudah, panggil Pak Abu aja biar cepet kelar,” balas Ari dengan nada marah. “Y-yaudah, kamu tunggu ya Ri, aku panggil Pak Abu dulu.” Aku kemudian bergegas memanggil Pak Abu.

              Setelah aku memanggil Pak Abu, beliau kemudian menuju kamar Ari dan mencoba membuka pintu tersebut dengan sekuat tenaga. Tak lama kemudian, pintu kamar Ari terbuka. “Alhamdulillah udah kebuka, makasih ya Pak Abu,” ucap Ari.

“Sama-sama nak Ari, lain kali hati-hati ya. Kamu juga Farel, kalau mau nolong orang itu sudah bagus niatnya, cuma harus hati hati juga. Tuh, kamu udah cabutin pegangan pintu, itu termasuk pelanggaran lho karena kamu merusak fasilitas. Lain kali gausah gaya-gayaan nolongin orang kalau kamu malahan tambah masalah baru. Inget ya!” kata Pak Abu menasihatku.

“Iya Pak, Farel minta maaf,” maaf ku kepada Pak Abu

“Yasudah, Farel, Ari, siap-siap makan sore lalu persiapan shalat maghrib, udah sore banget nih”

“SIAP PAK!” ujarku bersamaan dengan Ari.

            Malam telah tiba, aku sudah siap untuk tidur. Tapi sebelum tidur, aku memiliki kebiasaan selalu berkhayal dan memberikan rating untuk hari ini. Hari ini hari yang buruk, penuh dengan nasib buruk, aku gagal jadi superhero hari ini. Apakah aku harus berhenti bermimpi menjadi superhero? Aku rasa itu ide yang tepat. “Okay Farel, mulai besok gausah buat ulah sembarangan, janji.” Janjiku kepada diri sendiri. Aku harap aku bisa menepatinya. Sudah saatnya aku tidur, hari esok menungguku. Aku butuh istirahat untuk bertemu hari esok. Mungkin besok-besok aku akan beruntung. Semoga saja.

***

Keesokan harinya. Waktu shubuh telah tiba, seperti biasa, Pak Abu datang untuk membangunkan kami semua. Aku terbangun dan bergegas mengambil wudhu. Seperti biasanya, aku dan teman-temanku shalat berjamaah di Rumah Ukir alias asrama kami ini. Setiap kegiatan aku jalani dengan normal, hingga akhirnya aku bersiap-siap untuk ke sekolah. Aku menatap diriku di depan cermin “semoga hari ini akan baik baik saja,” gumamku kepada diri sendiri.

Aku memasuki ruangan kelas yang sudah terisi oleh beberapa murid disana. Sebelum itu, aku menyapa mereka semua ketika aku tepat beraada di pintu kelas “halo teman-teman,” sapaku sambil melambaikan tangan kepada teman-temanku. Teman-temanku tidak menjawab sama sekali, apakah ada yang salah denganku? Ini benar-benar aneh, bahkan hari ini aku belum berbuat kesalahan apapun kepada teman-teman ku. Aku kemudian berjalan menuju ke mejaku dalam kondisi bingung akan hal yang membuat teman-temanku menjadi cuek kepadaku.

Waktu istirahat pertama telah tiba. Aku melihat ada Ahmad yang hendak keluar kelas dengan membawa tumpukan buku paket. Aku tahu buku paket yang dibawa Ahmad itu pasti berat. Aku kemudian hendak menghampiri Ahmad “Ahmad, mau aku bantu?” kataku sambal menjulurkan tangan kepada Ahmad. “Ga usah Rel, mending aku keberatan bawa buku ini dari pada harus dibantu sama kamu, nanti jadi hancur lagi.” Ucap Ahmad kepadaku sambil menjauhkan buku-buku itu dari jangkauanku. Ahmad kemudian berjalan menjauhi diriku. Aku terdiam sejenak, ‘padahalkan, aku berniat untuk membantu,” ucapku dalam hati.

Istirahat pertama telah selesai. Pelajan Kembali berlangsung, hari ini ada pelajaran IPA. “Anak-anak, ada yang bisa hapus tulisan di papan tulis?” tanya guruku. Tentu saja aku langsung mengacunkan tangan ku. sambil berkata “SAYA BU!” Aku baru saja ingin beranjak dari kursiku, namun aku terhenti saat aku mendengar teriakan dari salah satu teman kelasku yang mengatakan “GAUSAH FAREL BU, NANTI MALAH JATUHIN MEJA LAGI, JIAHAHAHA!” Teman-temanku ikut tertawa saat mendengarkan ledekan itu. Ini sama sekali tidak lucu, aku hanya ingin membantu, kenapa mereka semua berperilaku seperti ini? Alhasil bukan aku yang menghapus papan tulisnya. Melainkan temanku, Ari.

Waktu pulang telah tiba. Aku telah berada di rumah ukir, aku sekarang sedang berada di kamarku. Aku tidak ingin berbuat apapun sore ini. Tok tok tok “ada orang di dalam? Bisa tolong bukain pintu? Bawaan aku banyak banget nih.” Teriak orang yang berada di depan kamarku, sepertinya itu adalah teman kamarku. Aku kemudian beranjak untuk membuka pintu tersebut. “Iya, tunggu ya,” balasku sambil melangkah ke arah pintu. “Oh itu kamu ya Rel? Hati-hati ya, nanti gagang pintunya lepas” katanya dengan nada seperti meremehkanku. Setelah aku membuka pintunya, aku kemudian terdiam sejenak. Aku menyadari bahwa mungkin alasan teman-temanku cuek kepadaku hari ini karena aku selalu menghancurkan segalanya. Setiap aku ingin membantu mereka, aku malah menambah masalah. Itulah mengapa mereka tidak ingin meladeniku. Sepertinya aku memang tidak bisa menjadi superhero. “Eh Farel, kenapasih bengong terus? Mending bantuin nih, ada anak baru masuk tinggal di kamar kita, bawaannya banyak banget.” Kata teman kamarku itu. “Oh ada anak baru, pantes aja kamu bawa barang banyak banget.” Kataku kemudian bergegas membantu anak baru tersebut. Aku tidak sempat berkenalan dengan dia, karena setelah membantu mengangkat barangnya, aku langsung pergi mandi dan siap-siap untuk shalat maghrib.

Shalat isya sudah selesai, semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Termasuk dengan diriku, aku sibuk merenung. Bagaimana bisa aku meperbaiki semua ini? Semua orang sudah tidak ingin dibantu oleh diriku. Aku sudah menjatuhkan kepercayaan orang lain terhadapku. Dan hal terburuknya adalah, aku tidak punya teman sekarang.

Aku rasa dengan tidur aku bisa menenangkan pikiranku. Tapi sebelum itu, aku ingin ke WC dulu. Aku kemudian bergegas ke WC. Melewati berbagai macam lukisan dan barang antik yang Nampak di setiap sudut Rumah Ukir. Rumah Ukir memiliki kesan yang begitu klasik, bahkan lukisan kuno dan barang-barang tempo dulu masih sering kita temui di Rumah Ukir ini. Lukisan demi lukisan aku lewati. Dan aku sepertinya melihat ada anak baru itu disana tengah melihat-lihat lukisan.

Langsung aku sapa, “hai, kamu anak baru ya? Kenalin aku Farel, Farel Erlangga teman satu kamar kamu. Nama kamu siapa?” tanyaku.

"Hai Farel, Nama aku Alfaridzy, dipanggil Alfa,” balas anak baru tersebut.

“Kamu sedang apa disini?” tanyaku dengan nada sopan kepada Alfa.

“Oh, aku melihat lukisan-lukisan ini. Aku punya ketertarikan dengan seni, jadi aku suka melihatnya,” balas Alfa dengan bersemangat.

“Oh begitu. Tapi aku sarankan, kamu hati-hati ya, dengan lukisan itu,” sahutku.

“Memangnya kenapa Rel?” balas Alfa penasaran.

“Nanti saja aku ceritakan. Yasudah aku duluan ya Fa, semoga kamu betah disini,” ucapku.

“Oke Rel, jangan lupa ceritakan ya. Terimakasih,” kata Alfa sambil tersenyum padaku.

***

Keesokan hari telah tiba, aku bangun di waktu shubuh dibangunkan oleh Pak Abu. Aku terbangun dan melihat Alfa masih tertidur, aku kemudian membangunkannya. “Alfa bangun, shalat shubuh.” Aku berusaha membangunkannya. ”Alfa bangun, Alfa-“ aku terhenti saat kurakkan panas dari dahinya saat aku menyentuhnya. “Alfa badan kamu panas banget. Sepertinya kamu demam deh, aku lapor Pak Abu ya.”

Shalat shubuh telah selesai. Aku kemudian melaporkan ke Pak Abu bahwa Alfa sedang sakit. Pak Abu kemudian menyuruhku untuk menjaganya, dan Pak Abu akan memberikan Alfa obat. Setelah medengar jawaban Pak Abu, aku langsung menuju kamar dan kudapati ada Alfa di sana sedang terbaring lemas. “Alfa kamu tenang aja ya, Pak Abu akan bawa obat buat kamu,” ucapku menenangkan Alfa. “Iya Rel, kamu gak usah jagain aku disini. Aku bisa sendirian kok, Kamu lebih baik siap-siap sekolah aja Rel, biar gak telat nanti,” kata Alfa dengan nada yang lemas. “Yasudah kamu tunggu Pak Abu yah, semoga cepat sembuh Alfa.” Aku kemudian pergi meninggalkan Alfa dan bersiap-siap untuk ke sekolah. Sebenarnya, aku malas sekolah tapi bukan karena belajarnya, melainkan karena teman-temanya. Tapi tak apalah superhero harus kuat. Eh lupa, udah bukan superhero lagi.

Semua kegiatan diekolah sudah aku jalani. Seperti hari kemarin, aku tidak mempunyai teman di kelas. Tapi untungnya hari ini, aku tidak berbuat hal macam-macam. Karena sore ini aku free jadi aku mau merawat Alfa saja, mumpung kami satu kamar.

“Hai Alfa, kamu apa kabar? Masih sakit?” tanyaku peduli. “Ini Rel, masih panas badanku tapi udah lumayan kok, daripada tadi pagi,” ucap Alfa masih dengan nada sedikit lemas. Kemudian Alfa kembali bertanya kepadaku, “eh, bagaimana sekolah hari ini? Seru tidak?” tanya Alfa memulai pembicaraan. Aku terdiam sebentar, dan mulai menjawab, “sekolahnya seru, temanya tidak” jawabanku singkat. “Lho kenapa? Kamu ada masalah sama teman kamu?” Alfa terlihat heran. “Jadi gini Fa, dulu aku itu punya mimpi yang tinggi banget. Aku bermimpi pengen jadi superhero biar kayak karakter Marvel gitu. Semua orang sebenarnya udah tau tentang mimpi ‘gila’ ku itu. Tapi mereka gak peduli sih sebenarnya. Aku coba untuk merealisasikan mimpiku itu dengan membantu teman teman disekitar aku. Tapi malah menjadi nasib buruk buat aku. Aku malah memperhancur keadaan. Dan, karena aku keseringan buat kesalahan ketika membantu orang, alhasil mereka gak mau lagi dibantu sama aku. Dan menjauh dari aku. Gitu deh ceritanya, dan sekarang aku mulai untuk gak mau bermimpi itu lagi, meskipun udah jadi jati diri gue banget.” Aku menjelaskan dengan detail kepada Alfa. Alfa mendengarkan dengan bai kapa yang aku jelaskan tadi. Ia kemudain merespons. “kamu hebat Rel, punya mimpi yang tinggi. Aku yakin besok atau lusa, kamu bisa jadi superhero beneran. Dan, kata aku jangan stop bermimpi Rel. Kamu harus ingat kalau setelah hujan itu selalu ada pelangi,” kata Alfa memotivasi ku. Kemudian Alfa Kembali membuka pembicaraan dengan berkata, “Rel certain dong yang tadi malam, aku penasaran nih,” kata Alfa memohon kepadaku. “Kamu yakin Fa? Tapi jangan takut ya.” Kataku ragu. “Ah seserem apa sih, sampai-sampai aku harus takut. Santai aja kali,” kata Alfa meyakinkanku untuk bercerita. “Yaudah pasang telinga baik-baik ya,” kataku sebelum memulai bercerita.

“Jadi gini Fa, dulu itu Rumah Ukir ini penuh sama lukisan. Ada banyak banget lukisan, saking banyaknya, ada juga lukisan yang tak senonoh, alias vulgar. Nah, di Rumah Ukir ini, ada satu guru olahraga yang sepertinya dia alim banget. Saking alimnya, dia mencoba untuk menyingkirkan lukisan vulgar itu dan dia sembunyikan di kamarnya. Namun setelah itu, dia jatuh sakit. Nah semua orang jadi curiga, kayaknya penyebab Pak Dani sakit itu, gara-gara dia pindahin lukisan itu. Tapi sebenarnya niat pak dani baik sih.” Selesai aku menceritakannya, aku melihat Alfa tidak merespons, aku kemudian bertanya kepadanya, “kamu baik-baik aja kan Fa?” kataku memastikan dia baik-baik saja. Tiba-tiba Alfa berbicara “Rel, makasih ya ceritanya, itu bagus banget. Dan aku mau jujur, sebenarnya aku juga ngelakuin apa yang Pak Dani lakuin,” kata Alfa menyesal. Aku benar-benar kaget “Astaga Fa! bisa-bisanya kamu ambil lukisan yang dipajang. Pantes aja kamu bisa sakit gini. Sini lukisannya aku pajang lagi. Untung kamu anak baru yah, kalau enggak udah aku hajar kamu.”

“Hehe, maaf Rel. Soalnya lukisannya dipajang agak tersembunyi, jadi aku ambil aja deh. Lumayan, buat koleksi seni aku,” Alfa berkata sambil nyengir. Kemudian Alfa melanjutkan lagi, “Ini lukisannya Rel, tolong pajangin ya,” kata Alfa sambil mengeluarkan lukisan itu di bawah selimutnya. Aku kemudain berkata “Hmm, pantesan kamu gak pake selimut, orang kamu sibuk nutupi lukisan ini.” Aku kemudian bergegas memajang lukisannya Kembali, namun sebelum aku pergi aku menyuruh Alfa beristirahat total. Agar jika besok dia sembuh, dia bisa bersekolah bersamaku.

***

“Kamu udah baikan Fa?” aku bertanya kepada Alfa saat melihatnya hendak ingin bersiap shalat shubuh. Alfa menjawab “Iya Rel, kayaknya aku hari ini sekolah deh. Kita bareng ya?” aku kemudian mengangguk seakan mengiyakan tawaran Alfa untuk kesekolah bersama-sama.

Kami telah sampai di gedung sekolah. Saat aku dan Alfa masuk ke ruang kelas, semua mata tertuju kepada Alfa. Ari sebagai anak nakal di kelas berteriak kepada Alfa dengan nada yang cukup keras, “ALFAA, JANGAN DEKET SAMA ARI NANTI DIA BERUBAH JADI ULTRAMAN,” semua orang tertawa mendengarnya, ini sudah biasa bagiku. Aku dan Alfa tidak mepedulikannya. Kami kemudian menuju tempat duduk masing-masing. Aku berpisah tempat duduk dengan Alfa, karena tidak ada meja kosong di dekatku. Saat Alfa selesai duduk, ia kemudian angkat suara. “Teman-teman, mau denger cerita menarik gak pas aku sakit kemarin? seharusnya kan kemarin hari pertama aku sekolah, tapi karena aku sakit, jadi aku gak bisa ke sekolah. Dan sekarang aku udah sembuh, berkat satu orang yang ajaib ini.” Saat Alfa mengucapkan kalimat tersebut, seketika semuanya juga ikut berkumpul di meja Alfa, kecuali aku dan beberapa siswi putri lainnya yang kurang peduli.

 Namun, sesaat setelah itu semuanya berubah. Mereka justru berkata kepadaku, “wah hebat kamu Rel, ganyangka bisa seberani itu.” Dan ada juga yang lainya seperti, “widih, kalau begitumah bukan pahlawan abal-abal lagi kamu Rel, udah super beneran.” Dan yang ajaibnya adalah, mereka yang sudah mengatakan hal-hal yang membuatku sakit hati malah minta maaf kepadaku. Seperti Ahmad, dan Ari. Aku melihat Alfa disana, ia melihatku sambil tersenyum dan mengedipkan satu matanya kepadaku, seperti sebuah kode. Dan rasanya aku tau kode yang dia maksud. Yaitu, menandakan aku telah berhasil menjadi superhero.

Sejujurnya aku senang sekali bisa kembali optimis dengan mimpiku ini. Pelangi setelah hujan itu benar adanya. Setelah aku dicampakkan oleh teman-teman ku, sekarang mereka malah terpukau dengan aksiku menyembuhkan Alfa. Aku sangat berterimakasih kepada Alfa, karena dialah aku bisa seperti ini. Dan kepada Pak Dani atas kisah menariknya di Rumah Ukir. Rumah Ukir akan selalu aku ingat sampai kapanpun. Meskipun pada akhirnya kita semua harus berpindah, tapi kenangan baik itu akan selalu teringat.

 

 

 

           

           

           

           

              

           

           

 

 

 

 

 

 

              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar