Boarding Story #53
Meisya Dwi Putri
Pelangi Setelah Hujan
Namaku Farel, aku bercita-cita menjadi superhero. Meskipun orang-orang sering menganggap ku remeh, tapi itu tidak apa-apa, bukankah superhero memang sering dianggap remeh di awal dan dipuji di akhir? Aku ingin sekali menjadi hebat seperti Kapten Amerika, Spiderman, Superman, Aquaman, dan… diriku sendiri. “Farel, bangun!” tegas guruku, Pak Dani. “Kamu ini sering sekali tidur dikelas, bagaimana ingin jadi pahlawan kalau kebiasaan buruk kamu tidak bisa diganti?” kata Pak Dani menegurku. Pak Dani merupakan guru yang aku takuti di sekolah ini, bagaimana tidak takut? Dia memiliki otot yang kekar dan wajah yang sangar. Tapi aku yakin dia tidak seburuk itu, atau bahkan beliaulah yang akan membuat mimpiku untuk menjadi superhero menjadi nyata. Inilah aku, sang pemimpi dengan segala kebiasaan buruk dalam diriku, tapi aku yakin setelah ini akan ada keajaiban yang terjadi dalam diriku, ini hanya persoalan waktu saja.
***
Aku
memulai hari-hariku dengan terbangun di rumah panggung dengan nuansa vintage
dan klasik. Kami menyebutnya dengan sebutan Rumah Ukir dikarenakan rumah
ini dihiasi dengan ukiran pada bagian luarnya. Ini merupakan asramaku. Tempat
dimana aku bisa merangkai segala cerita indah dan imajinasiku, dan tempat aku
bisa mewujudkan segala mimpiku, semuanya aku mulai disini.
Tepat sebelum waktu shubuh datang. Aku dibangunkan oleh
Pak Abu, pembina asrama di sekolahku ini. Aku kemudian bangun dan beranjak dari
tidurku untuk pergi buang air kecil, dan mengambil wudhu. Hanya ada empat WC
disini, untungnya aku bangun lebih awal dari teman-temanku, kalau tidak,
mungkin aku harus menunggu WC ini kosong terlebih dahulu. Kemudian, aku
melaksanakan shalat berjamaah di Rumah Ukir. Setelah ini, aku harus mengerjakan
beberapa kegiatan terlebih dahulu, baru kemudian aku harus belajar bersama
teman-temanku yang tak seberapa jumlahnya. Itu merupakan hal yang wajar bila
siswanya sedikit, karena disini hanya ada satu angkatan. Sebab itulah, Rumah
Ukir yang hanya terdiri dari lima kamar ini bisa cukup dengan jumlah angkatanku,
angkatan satu.
Setelah semua kegiaatan selesai aku lakukan, aku kemudian
bersiap untuk ke seolah. Aku memperbaiki tampilanku di depan cermin. Aku
kemudian berjalan menuju gedung sekolah. Ini sudah saatnya menjadi superhero.
Sepertinya aku melihat ada Ari disana.
“Hai Ari! Bagaimana hari
ini?” tanyaku.
“Oh, hai juga Farel! Kau
tampak bersemangat sekali kelihatannya.”
“Oh sudah pasti, aku akan
menjadi superhero hari ini.”
“Hahaha, teruslah
bermimpi Farel.”
“Tentu saja aku akan
selalu bermimpi Ri, kalau kamu butuh bantuan panggil aku saja ya, aku siap
menolongmu.”
“Siap pahlawan!” kata Ari
sambil hormat kepada ku.
“Kamu mau ke kelas Ri?”
“Iya Rel, mau barengan?”
“Boleh juga, ayo.”
Aku dan Ari kemudian masuk ke kelas. Sudah lumayan banyak
orang yang tiba sebelumku. Bruk! Suara itu berasal dari pintu kelas,
rupanya ada seseorang yang jatuh disana. Ini saatnya aku mengeluarkan aksiku.
Aku langsung menghampiri orang tersebut. Rupanya dia adalah Ahmad, siswa culun
di kelas ini. “Sini aku bantuin Mad,” kataku sambal mengulurkan tangan ke
ahmad. Ahmad langsung menggenggam tanganku dan berusaha bangun dari jatuhnya.
Tapi sepertinya, ini tak semudah yang aku pikirkan. Tubuh Ahmad lebih besar
dariku, aku tak bisa menahannya, dia berat sekali. Bruk! Ini Nasib yang
buruk, aku malah ikut jatuh bersama Ahmad. Semua mata tertuju padauk. Ini
memalukan sekali. “Makanya jangan sok jagoan Rel!” teriak satu orang dari teman
sekelas ku, diiringi dengan suara tawa dari teman sekelasku.
Aku bergegas berdiri dan memperbaiki posisi ku, begitupun
dengan Ahmad. “Sorry ya Mad, malah jadi hancur gini jadinya,” maafku
kepada Ahmad. “Santai Rel, niat lu udah baik kok,” ujar Ahmad kepadaku.
“Gapapa Rel, masih banyak kesempatan lain,” gumamku
dalam hati. Hari ini ada pembelajaran matematika. “Siapa yang bisa hapus
tulisan di papan tulis?” tanya guruku. “Saya Bu!” Aku dengan sigap mengangkat
tangan dengan percaya diri. “Ya, Farel silhakan.” Guruku mempersilahkanku. Aku
kemudian maju kedepan. Tapi sepertinya, ini akan menjadi nasib buruk lagi. Aku
tersandung di kaki meja saat hendak berjalan kedepan kelas. Brak! Mejanya
jatuh dan menghasilkan kebisingan di kelas. “YAAA! SUPERHERO KITA
JATUHIN MEJA, AHAHAHA” ejek teman kelasku. Semua orang tertawa karena ulah yang
kubuat. Aku gagal lagi menjadi superhero.
Jam sekolah sudah
selesai, saat ini aku berada di Rumah Ukir. Hal heroik apa yang bisa aku
lakukan disini? Aku tidak begitu berharap bisa membantu orang sore ini.
“TOLONG! AKU KEKUNCI DI KAMAR!” Aku bisa mendengar suara itu dengan jelas.
Langsung ku hampiri kamar tersebut, “halo, siapa didalam? Tenang aja aku Farel
bakalan bantu kamu,” ujarku untuk menenangkan orang tersebut. “Ini aku Ari,
tolongin Rel! Aku sendirian disini” Kata Ari meminta tolong kepadaku. “Tenang
aja Ri, Farel superhero bisa bantu kamu.” Aku kemudian mencoba membuka
pintu dengan mendobraknya. Tapi, itu tidak berhasil. Pegangan pintunya tidak
berfungsi dengan baik. Aku mencoba meperbaiki pegangan pintu ini agar bisa
berfungsi. Namun, sepertinya ini nasib yang buruk lagi bagiku. Pegangan
pintunya terlepas, “Aduh! Malah rusak gini,” kataku pesimis. “Rel, kamu
baik-baik aja kan?” tanya Ari khawatir. “Maaf Ri, sebenarnya… pegangannya lepas
Ri, maaf ya” balasku dengan nada menyesal. “Aduh gimana sih Rel, bukannya
bantuin malah buat masalah baru. Yaudah, panggil Pak Abu aja biar cepet kelar,”
balas Ari dengan nada marah. “Y-yaudah, kamu tunggu ya Ri, aku panggil Pak Abu
dulu.” Aku kemudian bergegas memanggil Pak Abu.
Setelah aku
memanggil Pak Abu, beliau kemudian menuju kamar Ari dan mencoba membuka pintu
tersebut dengan sekuat tenaga. Tak lama kemudian, pintu kamar Ari terbuka.
“Alhamdulillah udah kebuka, makasih ya Pak Abu,” ucap Ari.
“Sama-sama
nak Ari, lain kali hati-hati ya. Kamu juga Farel, kalau mau nolong orang itu
sudah bagus niatnya, cuma harus hati hati juga. Tuh, kamu udah cabutin pegangan
pintu, itu termasuk pelanggaran lho karena kamu merusak fasilitas. Lain kali
gausah gaya-gayaan nolongin orang kalau kamu malahan tambah masalah baru. Inget
ya!” kata Pak Abu menasihatku.
“Iya Pak, Farel minta
maaf,” maaf ku kepada Pak Abu
“Yasudah, Farel, Ari,
siap-siap makan sore lalu persiapan shalat maghrib, udah sore banget nih”
“SIAP PAK!” ujarku
bersamaan dengan Ari.
Malam telah tiba, aku sudah siap untuk tidur. Tapi
sebelum tidur, aku memiliki kebiasaan selalu berkhayal dan memberikan rating
untuk hari ini. Hari ini hari yang buruk, penuh dengan nasib buruk, aku
gagal jadi superhero hari ini. Apakah aku harus berhenti bermimpi
menjadi superhero? Aku rasa itu ide yang tepat. “Okay Farel, mulai besok
gausah buat ulah sembarangan, janji.” Janjiku kepada diri sendiri. Aku harap
aku bisa menepatinya. Sudah saatnya aku tidur, hari esok menungguku. Aku butuh
istirahat untuk bertemu hari esok. Mungkin besok-besok aku akan beruntung.
Semoga saja.
***
Keesokan
harinya. Waktu shubuh telah tiba, seperti biasa, Pak Abu datang untuk
membangunkan kami semua. Aku terbangun dan bergegas mengambil wudhu. Seperti
biasanya, aku dan teman-temanku shalat berjamaah di Rumah Ukir alias asrama
kami ini. Setiap kegiatan aku jalani dengan normal, hingga akhirnya aku
bersiap-siap untuk ke sekolah. Aku menatap diriku di depan cermin “semoga hari
ini akan baik baik saja,” gumamku kepada diri sendiri.
Aku
memasuki ruangan kelas yang sudah terisi oleh beberapa murid disana. Sebelum
itu, aku menyapa mereka semua ketika aku tepat beraada di pintu kelas “halo
teman-teman,” sapaku sambil melambaikan tangan kepada teman-temanku.
Teman-temanku tidak menjawab sama sekali, apakah ada yang salah denganku? Ini
benar-benar aneh, bahkan hari ini aku belum berbuat kesalahan apapun kepada
teman-teman ku. Aku kemudian berjalan menuju ke mejaku dalam kondisi bingung
akan hal yang membuat teman-temanku menjadi cuek kepadaku.
Waktu
istirahat pertama telah tiba. Aku melihat ada Ahmad yang hendak keluar kelas
dengan membawa tumpukan buku paket. Aku tahu buku paket yang dibawa Ahmad itu
pasti berat. Aku kemudian hendak menghampiri Ahmad “Ahmad, mau aku bantu?” kataku
sambal menjulurkan tangan kepada Ahmad. “Ga usah Rel, mending aku keberatan
bawa buku ini dari pada harus dibantu sama kamu, nanti jadi hancur lagi.” Ucap
Ahmad kepadaku sambil menjauhkan buku-buku itu dari jangkauanku. Ahmad kemudian
berjalan menjauhi diriku. Aku terdiam sejenak, ‘padahalkan, aku berniat untuk
membantu,” ucapku dalam hati.
Istirahat
pertama telah selesai. Pelajan Kembali berlangsung, hari ini ada pelajaran IPA.
“Anak-anak, ada yang bisa hapus tulisan di papan tulis?” tanya guruku. Tentu
saja aku langsung mengacunkan tangan ku. sambil berkata “SAYA BU!” Aku baru
saja ingin beranjak dari kursiku, namun aku terhenti saat aku mendengar
teriakan dari salah satu teman kelasku yang mengatakan “GAUSAH FAREL BU, NANTI
MALAH JATUHIN MEJA LAGI, JIAHAHAHA!” Teman-temanku ikut tertawa saat
mendengarkan ledekan itu. Ini sama sekali tidak lucu, aku hanya ingin membantu,
kenapa mereka semua berperilaku seperti ini? Alhasil bukan aku yang menghapus
papan tulisnya. Melainkan temanku, Ari.
Waktu
pulang telah tiba. Aku telah berada di rumah ukir, aku sekarang sedang berada
di kamarku. Aku tidak ingin berbuat apapun sore ini. Tok tok tok “ada
orang di dalam? Bisa tolong bukain pintu? Bawaan aku banyak banget nih.” Teriak
orang yang berada di depan kamarku, sepertinya itu adalah teman kamarku. Aku
kemudian beranjak untuk membuka pintu tersebut. “Iya, tunggu ya,” balasku
sambil melangkah ke arah pintu. “Oh itu kamu ya Rel? Hati-hati ya, nanti gagang
pintunya lepas” katanya dengan nada seperti meremehkanku. Setelah aku membuka
pintunya, aku kemudian terdiam sejenak. Aku menyadari bahwa mungkin alasan
teman-temanku cuek kepadaku hari ini karena aku selalu menghancurkan segalanya.
Setiap aku ingin membantu mereka, aku malah menambah masalah. Itulah mengapa
mereka tidak ingin meladeniku. Sepertinya aku memang tidak bisa menjadi superhero.
“Eh Farel, kenapasih bengong terus? Mending bantuin nih, ada anak baru masuk
tinggal di kamar kita, bawaannya banyak banget.” Kata teman kamarku itu. “Oh
ada anak baru, pantes aja kamu bawa barang banyak banget.” Kataku kemudian
bergegas membantu anak baru tersebut. Aku tidak sempat berkenalan dengan dia,
karena setelah membantu mengangkat barangnya, aku langsung pergi mandi dan
siap-siap untuk shalat maghrib.
Shalat
isya sudah selesai, semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Termasuk
dengan diriku, aku sibuk merenung. Bagaimana bisa aku meperbaiki semua ini?
Semua orang sudah tidak ingin dibantu oleh diriku. Aku sudah menjatuhkan
kepercayaan orang lain terhadapku. Dan hal terburuknya adalah, aku tidak punya
teman sekarang.
Aku
rasa dengan tidur aku bisa menenangkan pikiranku. Tapi sebelum itu, aku ingin
ke WC dulu. Aku kemudian bergegas ke WC. Melewati berbagai macam lukisan dan
barang antik yang Nampak di setiap sudut Rumah Ukir. Rumah Ukir memiliki kesan
yang begitu klasik, bahkan lukisan kuno dan barang-barang tempo dulu masih
sering kita temui di Rumah Ukir ini. Lukisan demi lukisan aku lewati. Dan aku
sepertinya melihat ada anak baru itu disana tengah melihat-lihat lukisan.
Langsung
aku sapa, “hai, kamu anak baru ya? Kenalin aku Farel, Farel Erlangga teman satu
kamar kamu. Nama kamu siapa?” tanyaku.
"Hai Farel, Nama aku
Alfaridzy, dipanggil Alfa,” balas anak baru tersebut.
“Kamu sedang apa disini?”
tanyaku dengan nada sopan kepada Alfa.
“Oh, aku melihat
lukisan-lukisan ini. Aku punya ketertarikan dengan seni, jadi aku suka
melihatnya,” balas Alfa dengan bersemangat.
“Oh begitu. Tapi aku sarankan,
kamu hati-hati ya, dengan lukisan itu,” sahutku.
“Memangnya kenapa Rel?” balas
Alfa penasaran.
“Nanti saja aku
ceritakan. Yasudah aku duluan ya Fa, semoga kamu betah disini,” ucapku.
“Oke Rel, jangan lupa
ceritakan ya. Terimakasih,” kata Alfa sambil tersenyum padaku.
***
Keesokan
hari telah tiba, aku bangun di waktu shubuh dibangunkan oleh Pak Abu. Aku
terbangun dan melihat Alfa masih tertidur, aku kemudian membangunkannya. “Alfa
bangun, shalat shubuh.” Aku berusaha membangunkannya. ”Alfa bangun, Alfa-“ aku
terhenti saat kurakkan panas dari dahinya saat aku menyentuhnya. “Alfa badan
kamu panas banget. Sepertinya kamu demam deh, aku lapor Pak Abu ya.”
Shalat
shubuh telah selesai. Aku kemudian melaporkan ke Pak Abu bahwa Alfa sedang
sakit. Pak Abu kemudian menyuruhku untuk menjaganya, dan Pak Abu akan
memberikan Alfa obat. Setelah medengar jawaban Pak Abu, aku langsung menuju
kamar dan kudapati ada Alfa di sana sedang terbaring lemas. “Alfa kamu tenang
aja ya, Pak Abu akan bawa obat buat kamu,” ucapku menenangkan Alfa. “Iya Rel,
kamu gak usah jagain aku disini. Aku bisa sendirian kok, Kamu lebih baik
siap-siap sekolah aja Rel, biar gak telat nanti,” kata Alfa dengan nada yang
lemas. “Yasudah kamu tunggu Pak Abu yah, semoga cepat sembuh Alfa.” Aku
kemudian pergi meninggalkan Alfa dan bersiap-siap untuk ke sekolah. Sebenarnya,
aku malas sekolah tapi bukan karena belajarnya, melainkan karena teman-temanya.
Tapi tak apalah superhero harus kuat. Eh lupa, udah bukan superhero lagi.
Semua
kegiatan diekolah sudah aku jalani. Seperti hari kemarin, aku tidak mempunyai
teman di kelas. Tapi untungnya hari ini, aku tidak berbuat hal macam-macam.
Karena sore ini aku free jadi aku mau merawat Alfa saja, mumpung kami
satu kamar.
“Hai
Alfa, kamu apa kabar? Masih sakit?” tanyaku peduli. “Ini Rel, masih panas
badanku tapi udah lumayan kok, daripada tadi pagi,” ucap Alfa masih dengan nada
sedikit lemas. Kemudian Alfa kembali bertanya kepadaku, “eh, bagaimana
sekolah hari ini? Seru tidak?” tanya Alfa memulai pembicaraan. Aku terdiam
sebentar, dan mulai menjawab, “sekolahnya seru, temanya tidak” jawabanku
singkat. “Lho kenapa? Kamu ada masalah sama teman kamu?” Alfa terlihat heran.
“Jadi gini Fa, dulu aku itu punya mimpi yang tinggi banget. Aku bermimpi pengen
jadi superhero biar kayak karakter Marvel gitu. Semua orang sebenarnya
udah tau tentang mimpi ‘gila’ ku itu. Tapi mereka gak peduli sih sebenarnya.
Aku coba untuk merealisasikan mimpiku itu dengan membantu teman teman disekitar
aku. Tapi malah menjadi nasib buruk buat aku. Aku malah memperhancur keadaan.
Dan, karena aku keseringan buat kesalahan ketika membantu orang, alhasil mereka
gak mau lagi dibantu sama aku. Dan menjauh dari aku. Gitu deh ceritanya, dan
sekarang aku mulai untuk gak mau bermimpi itu lagi, meskipun udah jadi jati
diri gue banget.” Aku menjelaskan dengan detail kepada Alfa. Alfa mendengarkan
dengan bai kapa yang aku jelaskan tadi. Ia kemudain merespons. “kamu hebat Rel,
punya mimpi yang tinggi. Aku yakin besok atau lusa, kamu bisa jadi superhero
beneran. Dan, kata aku jangan stop bermimpi Rel. Kamu harus ingat kalau setelah
hujan itu selalu ada pelangi,” kata Alfa memotivasi ku. Kemudian Alfa Kembali
membuka pembicaraan dengan berkata, “Rel certain dong yang tadi malam, aku penasaran
nih,” kata Alfa memohon kepadaku. “Kamu yakin Fa? Tapi jangan takut ya.” Kataku
ragu. “Ah seserem apa sih, sampai-sampai aku harus takut. Santai aja kali,” kata
Alfa meyakinkanku untuk bercerita. “Yaudah pasang telinga baik-baik ya,” kataku
sebelum memulai bercerita.
“Jadi
gini Fa, dulu itu Rumah Ukir ini penuh sama lukisan. Ada banyak banget lukisan,
saking banyaknya, ada juga lukisan yang tak senonoh, alias vulgar. Nah, di
Rumah Ukir ini, ada satu guru olahraga yang sepertinya dia alim banget. Saking
alimnya, dia mencoba untuk menyingkirkan lukisan vulgar itu dan dia sembunyikan
di kamarnya. Namun setelah itu, dia jatuh sakit. Nah semua orang jadi curiga,
kayaknya penyebab Pak Dani sakit itu, gara-gara dia pindahin lukisan itu. Tapi
sebenarnya niat pak dani baik sih.” Selesai aku menceritakannya, aku melihat
Alfa tidak merespons, aku kemudian bertanya kepadanya, “kamu baik-baik aja kan
Fa?” kataku memastikan dia baik-baik saja. Tiba-tiba Alfa berbicara “Rel, makasih
ya ceritanya, itu bagus banget. Dan aku mau jujur, sebenarnya aku juga
ngelakuin apa yang Pak Dani lakuin,” kata Alfa menyesal. Aku benar-benar kaget
“Astaga Fa! bisa-bisanya kamu ambil lukisan yang dipajang. Pantes aja kamu bisa
sakit gini. Sini lukisannya aku pajang lagi. Untung kamu anak baru yah, kalau
enggak udah aku hajar kamu.”
“Hehe,
maaf Rel. Soalnya lukisannya dipajang agak tersembunyi, jadi aku ambil aja deh.
Lumayan, buat koleksi seni aku,” Alfa berkata sambil nyengir. Kemudian Alfa
melanjutkan lagi, “Ini lukisannya Rel, tolong pajangin ya,” kata Alfa sambil
mengeluarkan lukisan itu di bawah selimutnya. Aku kemudain berkata “Hmm,
pantesan kamu gak pake selimut, orang kamu sibuk nutupi lukisan ini.” Aku
kemudian bergegas memajang lukisannya Kembali, namun sebelum aku pergi aku menyuruh
Alfa beristirahat total. Agar jika besok dia sembuh, dia bisa bersekolah
bersamaku.
***
“Kamu
udah baikan Fa?” aku bertanya kepada Alfa saat melihatnya hendak ingin bersiap
shalat shubuh. Alfa menjawab “Iya Rel, kayaknya aku hari ini sekolah deh. Kita
bareng ya?” aku kemudian mengangguk seakan mengiyakan tawaran Alfa untuk
kesekolah bersama-sama.
Kami
telah sampai di gedung sekolah. Saat aku dan Alfa masuk ke ruang kelas, semua
mata tertuju kepada Alfa. Ari sebagai anak nakal di kelas berteriak kepada Alfa
dengan nada yang cukup keras, “ALFAA, JANGAN DEKET SAMA ARI NANTI DIA BERUBAH
JADI ULTRAMAN,” semua orang tertawa mendengarnya, ini sudah biasa bagiku. Aku
dan Alfa tidak mepedulikannya. Kami kemudian menuju tempat duduk masing-masing.
Aku berpisah tempat duduk dengan Alfa, karena tidak ada meja kosong di dekatku.
Saat Alfa selesai duduk, ia kemudian angkat suara. “Teman-teman, mau denger
cerita menarik gak pas aku sakit kemarin? seharusnya kan kemarin hari pertama
aku sekolah, tapi karena aku sakit, jadi aku gak bisa ke sekolah. Dan sekarang
aku udah sembuh, berkat satu orang yang ajaib ini.” Saat Alfa mengucapkan
kalimat tersebut, seketika semuanya juga ikut berkumpul di meja Alfa, kecuali
aku dan beberapa siswi putri lainnya yang kurang peduli.
Namun, sesaat setelah itu semuanya berubah.
Mereka justru berkata kepadaku, “wah hebat kamu Rel, ganyangka bisa seberani
itu.” Dan ada juga yang lainya seperti, “widih, kalau begitumah bukan pahlawan
abal-abal lagi kamu Rel, udah super beneran.” Dan yang ajaibnya adalah, mereka
yang sudah mengatakan hal-hal yang membuatku sakit hati malah minta maaf
kepadaku. Seperti Ahmad, dan Ari. Aku melihat Alfa disana, ia melihatku sambil
tersenyum dan mengedipkan satu matanya kepadaku, seperti sebuah kode. Dan
rasanya aku tau kode yang dia maksud. Yaitu, menandakan aku telah berhasil
menjadi superhero.
Sejujurnya
aku senang sekali bisa kembali optimis dengan mimpiku ini. Pelangi setelah
hujan itu benar adanya. Setelah aku dicampakkan oleh teman-teman ku, sekarang mereka
malah terpukau dengan aksiku menyembuhkan Alfa. Aku sangat berterimakasih
kepada Alfa, karena dialah aku bisa seperti ini. Dan kepada Pak Dani atas kisah
menariknya di Rumah Ukir. Rumah Ukir akan selalu aku ingat sampai kapanpun.
Meskipun pada akhirnya kita semua harus berpindah, tapi kenangan baik itu akan
selalu teringat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar