Boarding Story #1
Takhta Aliy Tenritappu Syach Bharanusa
Ustad Udin
Sudirman Amin, atau biasa dipanggil Udin oleh keluarga dan teman-teman dekatnya. Seorang alumni pondok pesantren. Setelah bertahun tahun menjalanji hidup di pondok, akhirnya dia dapat melihat dunia luar dengan status sebagai seorang mahasiswa.
Saat ini, Udin
sedang mencari pekerjaan yang akan dia jalani sambil kuliah. Dia telah mencari
tempat untuk mewujudkan hal tersebut, selama kurang lebih 2 bulan. Tentu susah
untuk menemukan pekerjaan dengan status sebagai mahasiswa. Namun siapa sangka,
hal yang dicari-cari itu datang dengan sendirinya.
Pada suatu hari,
Udin bertemu kembali dengan teman lamanya saat di pondok. Dia adalah Romi,
mereka bertemu di warkop yang selalu dikunjungi Udin sepulangnya dari kuliah.
Udin dan Romi bertukar kabar untuk waktu yang cukup lama. Romi menceritakan
tentang dirinya setelah lulus dari pondok, begitupun dengan Udin. Setelah Udin bercerita
tentang dirinya yang sedang mencari pekerjaan, Romi langsung mengajak Udin
untuk menjadi imam di masjid yang sedang mencari imam.
“Ada kutau masjid
baru dibangun, lagi cari imam bede.”
“Dimana itu?”
“Di dekat
rumahnya sepupuku, mauka pergi besok buat daftar.”
“Deh, ikutka
pale.”
“Bah, besokpi.
Samaki pergi.”
“Iyanah,
panggilka.”
Di keesokan
harinya, Udin dan Romi pergi ke masjid tersebut untuk mengajukan diri sebagai
imam. 2 hari kemudian mereka dinyatakan lulus. Udin ditugaskan untuk mengimami
sholat maghrib di hari Senin, Rabu dan Jumat. Sementara Romi
mendapat bagian pada maghrib di hari Selasa, Kamis dan Sabtu. Untungnya, jadwal
kuliah dan jadwal imamnya tidak tolak menolak.
6 bulan telah
berlalu sejak Udin menjadi alumni pondok persantren. Tak jarang Udin merasa rindu
dengan suasana di pondok. Tentu saja, suasana itulah yangg telah mewarnai
hidupnya selama bertahun-tahun. Rasanya seperti ingin kembali ke masa-masa itu.
Di suatu hari Rabu
siang, Udin mendapat panggilan telfon dari Romi.
“Assalamualaikum,
Udin”
“Waalaikumsalam,
iya. Kenapa?”
“Bisako isi jadwal
imam sebentar maghrib? Lagi diluar kotaka ini, nda bisaka isi.”
“Bah, bisaji.”
“Okemi, makasih
banyak nah. assalamulaikum”
“Iya,
walaikumsalam”
Setelah sholat
maghrib, Udin melihat Ustadznya saat dipondok menjadi makmumnya, Ustadz Sapri. Ustadz
Sapri telah pindah dari pondok Udin ke Sekolah Islam Athirah Bone,
bertahun-tahun sebelum Udin lulus. Di sana ia adalah seorang wakil kepala
sekolah di bidang keasramaan dan tahfidz. Kemudian Udin menghampirinya untuk menyetorkan
hafalannya.
“Assalamulaikum
Ustadz..” Ucap Udin sambil menyalimi tangan Ustadznya
“Waalaikumsalam”
Kemudian Udin
menyampaikan niatnya untuk menyetorkan hafalan
“Daftarmaki saja
dulu coba di Sekolah Islam Athirah Bone. Saya duluan ya.”
“Oh, iye Ustadz”
Udin menjadi
bingung dengan apa yang baru saja terjadi.
Keesokan harinya
Udin terus menimbang-nimbang ajakan Ustadz Sapri kemarin hingga kurang fokus
mengikuti kuliahnya. Setelah menimbang-nimbang Udin akhirnya memutuskan untuk
mendaftar. Setelah daftar, Udin harus melalui beberapa tes. Dan pada akhirnya,
3 bulan kemudian Udin dinyatakn lulus sebagai seorang pembina asrama di Sekolah
Islam Athirah Bone.
Udin akan mulai
menjadi pembina di asrama Sekolah Islam Athirah Bone 1 bulan kemudian.
Saat Udin mulai
menjadi pembina, Udin sempat terkejut dengan suasana di Sekolah Islam Athirah
Bone yang begitu berbeda dengan pondoknya dulu. Di sini, Udin harus kembali
beradaptasi dengan suasana, peraturan dan lain lain yang sangat berbeda dengan
pondoknya dulu.
Hal ini tentu
menjadi hal yang cukup sulit bagi Udin karena sangat berbeda dengan yang telah
ia lalui selama bertahun tahun. Namun, Udin tidak memiliki mempermasalahkan hal
ini. Melihat anak anak yang menerapkan budaya-budaya Sekolah Islam Athirah Bone
seperti 5S atau Senyum, Salam, Sapa, Sopan dan Santun dan juga 5R atau Rapi,
Rajin, Rawat, Ringkas, Resik selalu cukup untuk membuat Udin senang.
5 bulan berlalu.
Udin, atau Ustadz Udin telah meneyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekolah
maupun asrama. Kini, dia menjadi salah satu pembina yang paling di gemari sekaligus
di segani oleh anak-anak. Ustadz Udin tahu kapan harus serius dan kapan waktu
bercanda.
Pembina asrama di Sekolah
Islam Athirah Bone juga diamanahi menjadi pembina tahfidz. Baik pembina asrama
putra maupun asrama putri. Namun, tidak semua pembina tahfidz adalah pembina
asrama. Tak jarang di laksanakan forum pembina asrama maupun pembina tahfidz.
Melalui forum tersebutlah Ustadz Udin menemui sang pujaan hati, Ustadzah Ayu.
Rahayu nama
lengkapnya, biasa dipanggil Ayu. Adalah
seorang pembina asrama dan pembina tahfidz. Umurnya lebih tua dibandingkan
dengan Udin. Dia juga telah bekerja di Sekolah Islam Athirah Bone lebih lama
dari Udin. Hal ini tidak membuat Udin ragu dengan perasaannya kepada Ayu.
Perasaan yang muncul perlahan-lahan namun pasti.
Sangat sulit bagi
Udin untuk membendung semua rasa ini. Rasanya, semua yang dia lihat dapat
mengingatkannya dengan Ayu. Parasnya, hatinya, suaranya saat melantunkan
ayat-ayat al-quran dan juga pengetahuannya yang mendalam tentang al-quran. Terbayang
di kepala Udin untuk melamar dan menikahi Ayu. Dan tak lama kemudian hal ini
menjadi keputusan konkret.
Akhirnya, Udin
berencana untuk melamar Ayu. Sebelumnya, dia meminta restu kepada wakil
direktur sekolah islam athirah bone, Pak Rizki. Pak Rizki mencoba untuk
meyakinkan Udin akan keputusannya ini. Untungnya, Pak Rizki bersedia untuk
membantu Udin. Pak Rizki lah yang pergi menemui keluarga Ayu untuk melamar Ayu.
Keluarga Ayu setuju dan ingin bertemu dengan Udin. Pergilah Udin menemui keluarga
Ayu. Respon dari keluarga Ayu sangatlah positif.
Semua prosesi
lamaran dan nikahan berlangsung lancar, meskipun Udin merasa agak gugup pada
beberapa bagian. Kini Udin tidak sendiri lagi dalam menjalani hidupnya, dia
akan menjalani sisa hidupnya bersama dengan Ayu.
Udin harus membagi
waktu untuk kepentingan asrama dan untuk keluarga kecilnya. Udin dan Ayu tidak
merasa keberatan dengan hal ini. Karena baik Udin maupun Ayu adalah pembina
asrama sehigga waktu kerja mereka tidak jauh berbeda. Jadi, mengatur waktu
untuk keluarga kecil dan kepentingan asrama bukanlah hal yang mengganggu.
Kini dan
seterusnya Udin akan menjalani sisa hidupnya bersama dengan Ayu. Mereka juga
telah dikaruniai seorang anak. Dia juga masih menjadi pembina yang digemari
oleh anak-anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar