Kamis, 11 Mei 2023

Why_Ikram

Boarding Story #46

Ikram Zaidan Syam

WHY?

 

Seminggu ini, siswa-siswa di asrama putra Sekolah Islam Athirah Bone terus mebicarakan tentang pencuri yang terus mencuri barang milik para siswa. Saat itu, tepatnya hari sabtu, setelah penghuni asrama putra ramai membicarakan kasus pencurian yang terus terjadi, mereka semua berkumpul di asrama setelah mendengar kabar bahwa si pencuri telah tertangkap. Setelah tertangkap pencuri tersebut langsung dikenali oleh seluruh orang yang berkumpul saat itu karena pencuri tersebut merupakan salah satu siswa sekolah islam athirah bone. Pencuri tersebut Bernama Atif Saro yang biasa dipanggil Atif oleh seluruh siswa, guru, pembina, dan karyawan sekolah.  

Atif Saro atau biasa dipanggil Atif lahir di Kabupaten bone, Sulawesi Selatan pada tanggal 12 Maret 2002, anak ketiga dari bapak Jalil dan ibu Marlina. Atif lahir di keluarga yang sangat kaya dan terkenal, serta atif juga memiliki pengaruh yang sangat besar di daerahnya. Kehidupan Atif dia jalani dengan sangat nyaman sebab dia sangat di manja oleh kedua orang tuanya sehingga dia tidak memperdulikan apa yang dia perbuat itu baik ataupun buruk. Dengan kelebihan orang tuanya, Atif disekolahkan oleh orang tuanya di sekolah-sekolah elite dan ternama di daerahnya.

Di masa tk (taman kanak-kanak) , Atif termasuk anak yang sangat berprestasi di sekolahnya terbukti dengan banyaknya piala di berbagai bidang yang dia dapatkan dari berbagai macam lomba yang dia ikuti. prestasi-prestasi yang diraih Atif tidak sampai di situ saja. ketika masuk ke sekolah dasar, Atif juga banyak menyumbangkan banyak penghargaan kepada sekolahnya terutama di bidang akademik tingkat kecamatan sampai tingkat nasional sehingga membuat nama sekolahnya naik.

Dari banyaknya prestasi yang ia dapatkan, Atif sangat dipuji dan dikagumi oleh banyak orang baik di sekolah maupun di lingkungan sekitar rumahnya. Tidak hanya itu, banyaknya sertifikat dan piagam yang ia dapatkan, membuatnya lebih mudah untuk lulus ke jenjang selanjutnya. Dengan persetujuan orang tuanya, diapun mendaftar di salah satu sekolah yang ternama yakni SMP Islam Athirah Bone. Kemudian, dengan kemampuannya, dia melewati berbagai prosedur pendaftaran yang ada dengan sangat mudah. Akhirnya, setelah beberapa bulan berlalu, Atif akhirnya dinyatakan lulus melalui pengumuman yang diunggah oleh sekolah tersebut.

Kemudian, dari banyaknya hal positif dari apa yang dilakukan oleh Atif, ternyata dia juga memiliki sisi negatif yang hanya diketahui oleh dirinya seorang. Sisi negatif yang sering dilakukan oleh Atif adalah mencuri barang dari orang-orang, baik di lingkungan sekolah maupun lingkugan sekitar rumahnya. Meskipun  sangat suka mencuri, hal tesebut tidak pernah diketahui oleh orang-orang disekitarnya karena tidak pernah ketahuan serta banyaknya sisi positif yang diperlihatkan oleh Atif di depan banyak orang sehingga membuatnya dipandang baik dan tidak pernah dicurigai sama sekali oleh orang-orang disekitarnya. Kegiatan tak terpuji ini, sudah mulai dilakukan oleh Atif sejak dia duduk dibangku taman kanak-kanak sampai dia lanjut di tingakatam sekolah selanjutnya. Awalnya, Atif hanya mencuri alat-alat tulis dari teman sekolahnya namun, setelah beberapa waktu, dia mulai berani mencuri barang-barang berharga dari orang-orang sekitarnya. Pencurian terus dia lakukan sampai ia tertangkap mengambil sepatu salah satu siswa di Sekolah Islam Athirah bone.

Atif tertangkap basah oleh penanggung jawab UKS yang dikenal dengan panggilan pak Asep ketika Atif masuk ke kamar salah satu pembina yakni ustadz Faris. Ustadz Faris adalah salah satu Pembina asrama yang sangat rukun dan bijaksana dalam segala hal. Kabar tentang pencuri itu memang sangat mengejutkan warga kampung ini. Mungkin karena sejak angkatan pertama, di sekolah ini tidak pernah terdengar tentang kasus pencurian seperti itu sehingga kejadian ini dianggap luar biasa dan mengejutkan.

Atif biasa beraksi pada waktu malam, setelah magrib, saat seluruh siswa sedang mengikuti kegiatan tahfidz dan kajian di masjid. Mungkin ia tahu, di waktu seluruh penghuni asrama sedang berada di masjid kecuali siswa yang sakit, serta kondisi asrama sedang sepi merupakan kesempatan terbaik untuk melakukan hal yang tidak terpuji itu. Dan, kalau bukan di waktu tersebut, Atif pasti tidak akan berhasil melakukan aksinya di asrama. Kalaupun berhasil masuk, setidaknya ia didapati oleh pembina asrama. Karena, selain di waktu tersebut, pasti akan ada pembina asrama yang bertugas piket mengontrol kebersihan dan keamanan asrama.

Saat itu, ustadz Faris bersama istrinya bergegas keluar dari asrama dan menaiki motor karena ada urusan mendadak di luar sekolah. Karena ada barang yang kelupaan, ustadz Faris kembali ke kamarnya untuk mengambil barang tersebut. Namun, karena terburu-buru, ustadz Faris lupa mengunci pintu kamarnya. Setelah beberapa menit ustadz Faris dan istrinya keluar asrama, Atif yang sejak tadi memperhatikan mereka, bergegas keluar dari. Setelah ia keluar dari kamarnya, ia berjalan kaki tanpa memperlihatkan tujuannya dengan matanya sedikit mengintai kondisi dan suasana sekitar.

Setelah itu, Atif pun berhasil masuk ke kamar ustadz Faris melalui pintu yang tidak terkuci tadi dan mencuri sepasang sepatu. Setelah ia mengambil sepatutersebut, ia keluar melalui pintu itu lagi. Tanpa ia ketahui, penanggung jawab UKS, pak Asep, melihatnya dari ruang tamu asrama. Pak Asep mencurigainya kemudian memperhatikannya tanpa Atif ketahui. Pak Asep lalu mengambil HP miliknya lalu memotret dan merekam apa yang dilakukan Atif saat itu.

Saat diumumkan tentang sepatu ustadz Faris yang hilang di kamarnya, pak Asep mencurigai siswa yang ia lihat itu. Saat dilaporkan ke pimpinan asrama, pak Asep memberanikan dirinya untuk menjadi saksi dan menceritakan apa yang ia lihat tentang apa yang di lakukan Atif saat itu. Dan akhirnya, dengan foto dan video yang berhasil ia potret dan rekam saat itu, pimpinan asrama putra Sekolah Islam Athirah Bone berhasil menginterogasinya.

Pada hari itu, setelah pencuri itu, Atif, tertangkap, ia dikerumuni oleh seluruh siswa dan pembina di ruang tamu asrama. Ustadz Kamal adalah salah satu pimpinan sekolah yang bertugas khusus di bagian asrama.

Saat mengerumuni Atif di ruang tamu asrama, seluruh penghuni asrama tampak geram karena tidak menyangka siswa yang berprestasi dan dianggap sebagai anak yang teladan ini melakukan hal yang tidak terpuji seperti itu. Untungnya, ustadz Kamal berusaha dengan kuat untuk menghimbau seluruh penghuni asrama agar tidak main hakim sendiri.

Setelah beberapa saat dikrumuni di ruang tamu, Atif bersama seluruh pembina asrama dan beberapa siswa teman dekat Atif dibawa masuk ke dalam kamar ustadz Kamal untuk diinterogasi lebih lanjut.

“Woi Atif! Lewat manako masuk kamarnya ustadz Faris?”[1] Tanya ustadz Rudin, salah satu pembina asrama yang ditakuti banyak siswa karena tampangnya yang menyeramkan. Badannya masih terlihat kekar meskipun usianya sudah tua.

[1] “Hei Atif! Lewat mana engkau masuk ke kamar ustadz Faris?”

 

Atif hanya menundukkan kepala untuk berpaling dari tatapan geram dari pembina dan teman-temannya.

“Woi! Punyako mulut! Ato tuliko?”[2] kata ustadz Rudin lagi dengan suara agak keras.

[2] “Hei! Engkau punya mulut! Atau kau tuli?”

“Lewat pintu kamarnya ka ustadz Faris”[3] Kata Atif dengan nada pelan dengan raut wajahnya penuh iba.

[3] “Saya lewat pintu kamar ustadz Faris”

Pembina-pembina pun lanjut menginterogasi Atif dengan  memberikan banyak pertanyaan. Setelah menginterogasinya, ustadz Kamal meminta keputusan ustadz Faris sebagai korban, terkait hukuman yang akan diberikan kepada Atif. Ustadz Faris tampak bimbang untuk menentukan keputusannya. Ustadz Kamal memperhatikan ustadz Faris. Ia tahu bahwa ustadz Faris bimbang untuk mengambil keputusan.

Dari pengakuan Atif sendiri, ia sudah sering kali melakukan hal tersebut. Hal itu menjadi pertimbangan bagi ustadz Kamal. Menurutnya, Atif sebaiknya dibina atau dihukum untuk memberikan efek jera. Sebaliknya, ia berpikir, apabila masalah itu diselesaikan hanya dengan permohonan maaf, seluruh penghuni asrama akan resah dan takut kejadian itu terjadi lagi, tidak hanya di dalam sekolah tapi juga di luar sekolah sehingga bisa merusak nama sekolah nantinya.

Atas dasar pertimbangan yang sama juga, seluruh pembina yang ada di tempat itu, sependapat memberikan Atif hukuman berat yakni drop out dari Sekolah Islam Athirah Bone atas apa yang telah dilakukannya. Namun, sebelum mengambil mengambil keputusan, ustadz Faris meminta pendapat ustadz Kamal.

“Bagaimana menuruttak ustadz?”[4] Tanya ustadz Faris dengan nada kaku kepada ustadz Kamal.

[4] “Bagaimana menurut anda ustadz?”

“Ustadz, setuju ka sama pendapatnya pembina-pembina, supaya jera i.”[5] Pungkas ustadz Kamal, setuju dengan pendapat para pembina.

[5] “ustadz, saya setuju dengan pendapat para pembina, agar hal tersebut bisa memberikan efek jera padanya.”

Atif yang sejak tadi hanya mampu menundukkan kepala, tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri ustadz Faris. Ia berlutut dan memegang tangan ustadz Faris sambil menangis untuk meminta dimaafkan agar tidak di drop out.

“Lepas tanganku, jangan berlutut begitu”[6] kata ustadz Faris

[6] “Tolong lepaskan tangan saya, jangan berlutut seperti itu”

“Eeh, duduk ko!”[7] bentak ustadz Rudin.

[7] “Eeh, kau duduk!” bentak ustadz.

Setelah ustadz Kamal menjawab pertanyaan ustadz Faris, tiba-tiba ada seorang siswa yang angkat bicara. Dia adalah David, teman masa kecil Atif yang sangat mengetahui kepribadian dan perilaku Atif lebih dari orang lain.

“Ustadz, janganki hukum temanku.”[8] pinta David.

[8] “Ustadz, tolong jangan hukum teman saya.”

“Apa alasan ta nak?”[9] tanya ustadz Faris kepada David dengan raut wajah tampak penasaran.

[9] “Apa alasanmu?”

“Ada penyakit mentalnya, kleuptomania bede namanya nabilang orang tuanya”[10] jawab David dengan tegas berusaha meyakinkan para pembina dalam ruangan itu.

[10] “Dia memiliki penyakit mental, kata orang tuanya penyakit tersebut memiliki nama kleuptomania”

Sontak seluruh pembina yang berada dalam kamar ustadz Kamal saat itu kaget dengan apa yang disampaikan oleh David. Mereka semua merasa bersalah karena hampir memberikan hukuman yang sangat berat kepada Atif. Setelah berpikir lama, ustadz Faris dapat mengambil keputusan terkait hukuman yang akan diberikan kepada Atif. Karena, walaupun Atif memiliki gangguan mental, hal tersebut merupakan kelakukan tidak terpuji yang merupakan pelanggaran berat di Sekolah Islam Athirah Bone. Namun, hukuman yang diberikan tidak sampai mengeluarkan Atif dari sekolah tersebut.

Setelah kejadian tersebut, peristiwa itu diangkat dalam pembahasan dalam rapat sekolah. Peristiwa itu menjadi pelajaran dan membuat semuanya sadar bahwa seluruh guru, pembina, dan para pimpinan harus memahami dan mengetahui latar belakang seluruh siswanya agar Pendidikan yang diberikan kepada mereka bisa lebih bermanfaat dan menjadi hal yang berguna bagi seluruh siswa Sekolah Islam Athirah Bone.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar