Boarding Story #55
Idlal tsaqib tenriawan
Jangan
Menunda!
Farel adalah seorang siswa kelas 9 SMP Islam Athirah Bone yang tinggal di asrama. Asramanya dibagi menjadi beberapa lorong, dan setiap lorong memiliki seorang pembina. Pembina lorong Farel adalah Ustad Budi, seorang guru Al-Quran yang tegas dan disiplin. Ustad Budi sering menyatir dan menyindir kelakuan anak-anak lorongnya jika mereka melakukan kesalahan atau melanggar aturan.
Farel sendiri
adalah siswa yang pintar namun nakal. Dia suka bermain-main dengan
teman-temannya dan sering menunda
tugas-tugasnya. Dia tinggal di kamar nomor 125 bersama dengan tiga temannya, yaitu Andra,
Rain, dan Alfachri. Mereka berempat adalah sahabat karib yang selalu
bersama-sama dalam suka dan duka.
Pada suatu hari
Minggu pagi, sekitar jam 6.30, Ustad Budi memanggil Farel dan memberinya amanah
untuk membuang sampah lorong bersama teman kamarnya.
Setiap hari
Minggu, setelah shalat subuh, para siswa melakukan
aktifitas 5R, membersihkan dan menyapu kamar mereka serta bebeapa area yang
ditentukan. Ada yang bertugas untuk menyapu
lorong mereka masing-masing dan membuang sampahnya ke penampungan sampah yang
disebut TAYO. Dinamakan seperti itu
karena penampungan sampah itu berbentuk seperti empat penampungan besar dengan
warna merah, kuning, hijau, dan biru. Warna hijau dan
biru untuk menampung kardus dan barang daur ulang yang bisa dijual lainnya,
sedangkan warna kuning dan merah untuk menampung sampah-sampah umum, sebelum
diangkut oleh karyawan untuk dibuang ke tempat pembuangan akhir.
Teman sekamar
Farel sudah menebak dari tadi subuh bahwa kamar merekalah yang akan mendapat
tugas membuang sampah Lorong, dan ternyata tebakan mereka benar.
“Siap ustad!”,
ujar Farel. dia menyanggupi tugas itu dengan ringan.
Dia berpikir bahwa dia bisa melakukannya bersama-sama dengan teman-temannya
nanti. Dia kembali ke kamarnya dan berniat mengajak Andra, Rain, dan Alfachri
untuk membantunya. Namun ternyata ketika dia sampai di kamar, dia hanya
menemukan kamarnya kosong. Andra dan Rain sudah pergi mencuci pakaian mereka di
tempat cuci yang terletak di samping lorong
3. Sedangkan Alfachri sudah pergi berolahraga di lapangan
basket yang letaknya agak jauh dari
asrama.
Farel merasa
malas untuk membuang sampah sendirian. Dia berpikir bahwa dia masih punya banyak
waktu untuk melakukannya nanti. Dia pun baring di kasurnya sambil membaca buku
komik favoritnya. Buku itu sangat menarik sehingga membuat Farel lupa akan
tugasnya. Lama-kelamaan kantuk pun menyergapnya, matanya terasa sangat berat, dan dia pun tertidur.
Sementara itu,
Rain selesai mencuci pakaian sekitar pukul 08.00. Dia merasa lelah dan pakaian yang ia kenakan sedikit basah karena terciprat
air saat mencuci. Dia ingin segera mandi dan
bersih-bersih. Namun ketika dia sampai di selasar kamar
mandi, dia melihat antrian panjang di depan semua pintunya. Rupanya banyak siswa lain
yang juga ingin mandi pagi.
Rain tidak mau
menunggu terlalu lama. Dia pun memutuskan untuk kembali ke kamarnya dulu dan
mandi nanti saja. Dia berjalan menuju kamarnya sambil. Ketika dia masuk ke
kamarnya, dia melihat Farel tertidur di kasurnya yang letaknya berada di bawah
kasurnya.
Rain tidak
mengganggu Farel yang sedang tidur. Dia pikir Farel pasti telah membuang sampah lorong seperti
yang diperintahkan Ustad Budi tadi pagi. Rain pun
menyalakan AC agar lebih sejuk, lalu baring di kasurnya. Tak lama kemudian, dia
pun tidur juga.
Tidak lama
kemudian, Andra juga selesai mencuci pakaian sekitar 15 menit setelah Rain
selesai. Dia juga merasa lelah dan ingin mandi secepatnya. Namun dia juga mengalami nasib yang
sama dengan Rain. Dia melihat antrian panjang di kamar mandi umum dan tidak mau
menunggu. Dia pun memilih untuk kembali ke kamarnya dulu dan mandi nanti saja.
Andra berjalan
menuju kamarnya dengan membawa keranjang
berisi pakaian kering yang telah ia cuci kemarin.
Ketika dia masuk ke kamarnya, dia melihat Rain dan Farel tertidur di kasur
mereka masing-masing. Andra tidak mengganggu mereka yang sedang tidur. Dia
pikir mereka telah
membuang sampah lorong bersama-sama seperti yang diperintahkan Ustad Budi tadi
pagi.
Andra pun tidak
baring di kasurnya sendiri. Dia merasa bosan dan ingin mengobrol dengan
teman-temannya yang lain. Dia menaruh
keranjang tersebut di bawah ranjangnya dan Alfachri. Dia
pun pergi ke kamar sebelahnya yang dihuni oleh Rizal, Ray, Dika, dan Luthfi. Mereka adalah teman-teman sekelasnya
yang juga tinggal di lorong yang sama.
Andra masuk ke
kamar sebelahnya dan disambut dengan hangat oleh teman-temannya. Mereka sedang
asyik bermain kartu UNO di
lantai kamar
mereka. Andra pun ikut bergabung dengan mereka dan menunggu gilirannya untuk bermain
bersama-sama. Mereka tertawa-tawa dan bercanda sambil bermain UNO. Yang kalah akan
disuruh push-up. Andra kembali ke kamarnya 30 menit kemudian.
Sementara itu,
Alfachri pulang dari main basket sekitar jam 09.00. Dia merasa haus dan
berkeringat setelah bermain basket selama satu jam. Dia ingin minum air putih
dan mandi segera. Namun ketika dia sampai di depan selasar kamar mandi, dia juga melihat antrian panjang di
depan pintunya.
Alfachri tidak
mau menunggu terlalu lama. Dia pun memutuskan untuk kembali ke kamarnya dulu dan mengambil gelasnya, kemudian mengisinya dengan air
dari dispenser di Lorong. Dia meneguknya dengan puas. Dia kembali ke kamarnya
dan mencoba untuk mendinginkan diri
Ketika dia masuk
ke kamarnya, dia melihat Rain, Farel, dan Andra tertidur di kasur mereka
masing-masing. Alfachri tidak mengganggu mereka yang sedang tidur. Dia pikir
mereka pasti telah
membuang sampah lorong bersama-sama seperti yang diperintahkan Ustad Budi tadi
pagi.
Alfachri pun
minum air putih dari galon yang ada di kamarnya. Dia merasa segar setelah minum
air putih. Dia pun tidak baring di kasurnya sendiri. Dia merasa bosan dan ingin
bermain laptop, namun persyaratan pengambilan
laptop adalah mandi dan shalat dhuha. Alfachri kemudian mengambil handuknya dan
pergi ke selasar kamar mandi. Sekarang sudah ada kamar mandi yang kosong, jadi
dia langsung memasukkan embernya dan mandi, lalu shalat dhuha setelahnya.
Dia pun pergi ke
ruang laptop yang terletak di lantai bawah
asrama. Ruang laptop adalah tempat dimana para siswa mengumpulkan laptop mereka, dan diambil saat pergi ke
sekolah, belajar di malam hari, atau pada akhir pekan. Di akhir pekan, siswa
bisa menggunakan media sosial di laptop mereka sampai pada jam yang ditentukan.
Biasanya pada pukul 11.30. Setelah itu para siswa mengumpulkan laptop mereka
lagi di ruang laptop.
Alfachri masuk ke
ruang laptop dan mengambil
laptopnya. Setelah itu, dia pergi ke ruang tamu lantai atas asrama, yang
letaknya di samping UKS.
Alfachri pun
duduk di salah satu kursi dan meletakkan laptopnya di atas meja. Dia menyalakan
laptopnya dan membuka YouTube, kemudian
menonton streamer favoritnya yang sedang streaming pagi itu. Streamer
favoritnya adalah seorang Vtuber, Vestia Zeta. Dia sedang bermain
Valorant pagi itu.
Sementara itu,
Ustad Budi keluar dari kamarnya lalu dia terkejut
melihat banyak sampah berserakan di lantai lorong itu. Sampah-sampah itu
berasal dari kamar-kamar para siswa yang sudah menyapu lorong mereka masing-masing
dan menumpuknya di ujung Lorong. Ustad
Budi marah melihat
pemandangan itu. Dia tahu bahwa kamar yang piket hari
ini adalah kamar Farel dan teman-temannya.
Ustad Budi pun
berjalan menuju kamar nomor 125
dan mengetuk pintunya dengan keras. Dia ingin menegur Farel dan teman-temannya
yang tidak bertanggung jawab. Dia berharap mereka sudah bangun dan siap untuk
membuang sampah lorong mereka.
Namun ketika dia
membuka pintu kamar nomor 125,
dia melihat Farel, Rain, dan Andra masih tertidur di kasur mereka
masing-masing. Mereka tidak menyadari bahwa Ustad Budi sudah masuk ke kamarnya.
Ustad Budi
semakin marah melihat mereka yang masih tidur. Dia membangunkan mereka dengan
suara keras. ”Hey, bangun!”
Farel, Rain, dan Andra
terbangun dengan kaget. Mereka melihat Ustad Budi yang sedang berdiri di depan
pintu kamarnya dengan tatapan sinis.
“I-iya Ustad, ada apa ya?”
Farel bertanya
dengan suara gugup.
“Ada apa? Coba kalian lihat di depan lorong.”, ujar
Ustad Budi.
Farel baru
mengingat, bahwa kamar mereka mendapat tugas membuang sampah ke TAYO.
“Astagfirullah,
baru ingat Ustad, kamar kami yang bertugas membuang sampah.”, ujar Farel
“Hebat sekali. Coba
kalian lihat sekarang jam berapa.”,
Ustad Budi menyindir mereka.
“Astagfirullah. Sudah jam 11! Maaf
ustad, tadi saya tidak sengaja tertidur”, Rain mencoba membela diri dengan suara
lemah.
“Tidak sengaja
tertidur? Kalian harusnya langsung mengerjakan
tugas yang saya berikan setelah saya suruh!”, Ustad Budi berbicara dengan suara
yang tegas.
“Maaf Ustad Budi,
kami benar-benar minta maaf. Kami akan segera membuang sampah lorong sekarang juga.” Andra mencoba meredam amarah Ustad Budi.
“Terlambat!
Kalian sudah terlambat! Sekarang jam sudah menunjukkan pukul 11! Kalian harusnya sudah membuang sampah
lorong kalian sebelum jam 8!”
“Sekali lagi maafkan kami Ustad.”, Farel memohon kepada Ustad Budi.
“Sekarang cepat
bangun dari kasur kalian dan bersiap-siap untuk membuang sampah lorong kalian!”
Ustad Budi menyuruh mereka dengan suara keras.
Farel, Rain, dan Andra
pun bergegas bangun dari kasur mereka dan bersiap-siap untuk membuang sampah
lorong mereka. Mereka merasa
bersalah. Farel merasa bersalah karena tidak memanggil teman-temannya. Rain
merasa bersalah tidak mengecek ujung lorong terlebih dahulu, dan mengira Farel
sudah membuangnya. Andra merasa bersalah karena mengira Rain dan Farel sudah membuang
sampah lorong.
“Nanti malam, setelah
shalat isya, kalian satu kamar kumpul di depan meja saya!”, perintah Ustad
Budi.
Mereka bertiga
serentak menjawab “Baik Ustad.”
Sementara itu,
Alfachri masih asyik bermain laptop di ruang tamu
lantai atas asrama. Dia tidak tahu apa yang terjadi di kamarnya. Dia juga tidak
tahu bahwa dia juga akan di panggil ke
depan meja Ustad Budi setelah Isya.
Farel, Rain, dan Andra
berhasil membuang sampah lorong mereka ke TAYO dengan cepat. Mereka berlari-lari
membawa kantong-kantong sampah
yang banyak dan ada beberapa yang berisi
sampah organik, jadi baunya sudah tidak sedap.
Setelah selesai,
mereka kembali ke kamarnya dan berbincang-bincang.
“Alfachri mana
ya?”, Andra memulai percakapan.
“Iya, dari tadi
gak keliatan.”, ujar Rain.
“Dia tidak
membantu kita membuang sampah tadi.”, Farel mengeluh.
Sementara itu,
Alfachri masih asyik bermain laptop di ruang tamu
lantai atas asrama.
Ustad Budi pun
berjalan menuju selasar lantai atas asrama untuk mencari Alfachri. Dia ingin
menegur Alfachri yang tidak membantu teman-temannya membuang sampah lorong.
Ketika dia sampai
di selasar lantai atas asrama, dia melihat Alfachri yang sedang duduk di salah
satu kursi dan bermain laptop dengan asyik. Dia melihat layar laptop Alfachri yang
menampilkan game yang sedang dimainkannya.
Ustad Budi pun
mendekati Alfachri dan menepuk bahunya dengan keras. Dia ingin membangunkan
Alfachri dari keseruan bermain game online.
“Hey, kamu! Apa
yang kamu lakukan di sini?” Ustad Budi bertanya dengan suara keras.
Alfachri terkejut
dan kaget. Dia melihat Ustad Budi yang sedang berdiri di depannya dengan wajah
marah. Dia juga melihat jam di layar laptopnya yang menunjukkan pukul 11.00.
Dia merasa bingung dan takut.
“U-ustad Budi?
S-saya sedang bermain laptop.” Alfachri menjawab dengan suara gugup.
“Bermain laptop?
Apa kamu tidak tahu bahwa tetap
tidak boleh bermain game walau hari ini boleh menggunakan media sosial?
Kamu sudah melanggar aturan asrama!” Ustad Budi mengecam Alfachri.
“M-maaf Ustad
Budi, tadi saya cuma menonton YouTube,
tapi entah kenapa saya bosan dan ingin bermain game.”
Alfachri mencoba menjelaskan dengan suara lemah.
“Ini peringatan terakhir, sekali lagi saya lihat kamu
bermain game, akan saya sita laptop kamu!”
“Iya Ustad.”
“Kenapa kamu tidak membuang sampah lorong tadi pagi?”
Alfachri
terdiam, dia kaget bahwa sampah lorong belum terbuang. Dia mengira
teman-temannya sudah melakukannya.
“Maaf Ustad,
saya kira teman-teman saya sudah-“
“Memang sudah,
tapi itu terjadi barusan. Apa kamu tidak merasa bersalah, semua teman-temanmu
membuang sampah yang banyak, bolak-balik, dan kamu di sini dengan santai
bermain laptop?”
“Maaf, Ustad.”
“Sekarang cepat
matikan laptopmu dan ikut saya ke kamarmu! Dan jangan lupa untuk minta maaf
kepada teman-temanmu yang sudah membantu kamu membuang sampah lorong!” Ustad
Budi menyuruh Alfachri dengan.
Alfachri pun
bergegas mematikan laptopnya dan mengembalikannya ke ruang laptop. Dia merasa
malu terhadap Ustad Budi dan
teman-temannya.
Ustad Budi
membawa Alfachri ke kamarnya. Di sana dia melihat Farel, Rain, dan Andra yang sedang duduk di lanntai.
Mereka melihat Alfachri yang datang bersama Ustad Budi dengan wajah cemas.
Ustad Budi pun
memperkenalkan Alfachri kepada Farel, Rain, dan Andra. Dia memberitahu mereka
bahwa Alfachri adalah teman kamar mereka yang tidak membantu mereka membuang
sampah lorong. Dia juga memberitahu mereka bahwa Alfachri bermain game di laptop.
Farel, Rain, dan Andra
merasa marah dan kecewa kepada Alfachri. Mereka tidak menyangka bahwa Alfachri
tidak peduli dengan tugas dan tanggung jawab mereka. Mereka juga tidak
menyangka bahwa Alfachri lebih mementingkan bermain game online daripada
membantu mereka.
Alfachri pun
meminta maaf kepada Farel, Rain, dan Andra. Dia mengakui kesalahannya dan
menyesalinya. Dia berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Dia berharap Farel,
Rain, dan Andra bisa memaafkannya.
Setelah Isya,
mereka berempat dipanggil ke depan meja Ustad Budi.
Ustad Budi pun
memberikan hukuman kepada Farel, Rain, Andra, dan Alfachri. Hukumannya adalah
membersihkan seluruh asrama selama satu minggu. Mereka harus menyapu, membuang sampah, merapikan ember, dll.
Farel, Rain, Andra,
dan Alfachri merasa berat menerima hukuman itu. Mereka tahu bahwa hukuman itu
akan menggangguwaktu bersantai
mereka. Mereka juga tahu bahwa hukuman itu akan membuat mereka
menjadi bahan tertawaan teman-teman mereka yang lain.
Namun mereka
tidak bisa menolak hukuman itu. Mereka tahu bahwa hukuman itu adalah akibat
dari kesalahan dan kelalaian mereka sendiri. Mereka tahu bahwa hukuman itu
adalah cara Ustad Budi untuk mendidik dan mengingatkan mereka.
Mereka pun
menerima hukuman itu dengan ikhlas dan bertekad untuk menjalaninya dengan baik.
Mereka berjanji untuk lebih disiplin dan bertanggung jawab di kemudian hari.
Mereka juga berjanji untuk lebih saling membantu dan menghargai satu sama lain.
Dari pengalaman
itu, mereka belajar banyak hal. Mereka belajar untuk tidak menunda-nunda
pekerjaan yang harus dilakukan. Mereka belajar untuk tidak melanggar aturan
yang sudah ditetapkan. Mereka belajar untuk tidak menyia-nyiakan waktu dengan
hal-hal yang tidak penting.
Mereka juga
belajar untuk lebih menghargai amanah yang diberikan kepada mereka. Mereka
belajar untuk lebih menghargai teman-teman yang sudah membantu mereka.
Mereka pun
menjadi lebih baik dan lebih dewasa setelah menjalani hukuman itu. Mereka
menjadi lebih rajin dan taat aturan di asrama. Mereka menjadi lebih bersih dan
rapi di kamar mereka. Mereka menjadi lebih dekat dan kompak sebagai sahabat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar