Senin, 15 Mei 2023

Jangan Menunda!_Idlal Tsaqib

 

Boarding Story #55

Idlal tsaqib tenriawan

Jangan Menunda!

Farel adalah seorang siswa kelas 9 SMP Islam Athirah Bone yang tinggal di asrama. Asramanya dibagi menjadi beberapa lorong, dan setiap lorong memiliki seorang pembina. Pembina lorong Farel adalah Ustad Budi, seorang guru Al-Quran yang tegas dan disiplin. Ustad Budi sering menyatir dan menyindir kelakuan anak-anak lorongnya jika mereka melakukan kesalahan atau melanggar aturan.

Farel sendiri adalah siswa yang pintar namun nakal. Dia suka bermain-main dengan teman-temannya dan sering menunda tugas-tugasnya. Dia tinggal di kamar nomor 125 bersama dengan tiga temannya, yaitu Andra, Rain, dan Alfachri. Mereka berempat adalah sahabat karib yang selalu bersama-sama dalam suka dan duka.

Pada suatu hari Minggu pagi, sekitar jam 6.30, Ustad Budi memanggil Farel dan memberinya amanah untuk membuang sampah lorong bersama teman kamarnya.

Setiap hari Minggu, setelah shalat subuh, para siswa melakukan aktifitas 5R, membersihkan dan menyapu kamar mereka serta bebeapa area yang ditentukan. Ada yang bertugas untuk menyapu lorong mereka masing-masing dan membuang sampahnya ke penampungan sampah yang disebut TAYO. Dinamakan seperti itu karena penampungan sampah itu berbentuk seperti empat penampungan besar dengan warna merah, kuning, hijau, dan biru. Warna hijau dan biru untuk menampung kardus dan barang daur ulang yang bisa dijual lainnya, sedangkan warna kuning dan merah untuk menampung sampah-sampah umum, sebelum diangkut oleh karyawan untuk dibuang ke tempat pembuangan akhir.

Teman sekamar Farel sudah menebak dari tadi subuh bahwa kamar merekalah yang akan mendapat tugas membuang sampah Lorong, dan ternyata tebakan mereka benar.

“Siap ustad!”, ujar Farel. dia menyanggupi tugas itu dengan ringan. Dia berpikir bahwa dia bisa melakukannya bersama-sama dengan teman-temannya nanti. Dia kembali ke kamarnya dan berniat mengajak Andra, Rain, dan Alfachri untuk membantunya. Namun ternyata ketika dia sampai di kamar, dia hanya menemukan kamarnya kosong. Andra dan Rain sudah pergi mencuci pakaian mereka di tempat cuci yang terletak di samping lorong 3. Sedangkan Alfachri sudah pergi berolahraga di lapangan basket yang letaknya agak jauh dari asrama.

Farel merasa malas untuk membuang sampah sendirian. Dia berpikir bahwa dia masih punya banyak waktu untuk melakukannya nanti. Dia pun baring di kasurnya sambil membaca buku komik favoritnya. Buku itu sangat menarik sehingga membuat Farel lupa akan tugasnya. Lama-kelamaan kantuk pun menyergapnya, matanya terasa sangat berat, dan dia pun tertidur.

Sementara itu, Rain selesai mencuci pakaian sekitar pukul 08.00. Dia merasa lelah dan pakaian yang ia kenakan sedikit basah karena terciprat air saat mencuci. Dia ingin segera mandi dan bersih-bersih. Namun ketika dia sampai di selasar kamar mandi, dia melihat antrian panjang di depan semua pintunya. Rupanya banyak siswa lain yang juga ingin mandi pagi.

Rain tidak mau menunggu terlalu lama. Dia pun memutuskan untuk kembali ke kamarnya dulu dan mandi nanti saja. Dia berjalan menuju kamarnya sambil. Ketika dia masuk ke kamarnya, dia melihat Farel tertidur di kasurnya yang letaknya berada di bawah kasurnya.

Rain tidak mengganggu Farel yang sedang tidur. Dia pikir Farel pasti telah membuang sampah lorong seperti yang diperintahkan Ustad Budi tadi pagi. Rain pun menyalakan AC agar lebih sejuk, lalu baring di kasurnya. Tak lama kemudian, dia pun tidur juga.

Tidak lama kemudian, Andra juga selesai mencuci pakaian sekitar 15 menit setelah Rain selesai. Dia juga merasa lelah dan ingin mandi secepatnya. Namun dia juga mengalami nasib yang sama dengan Rain. Dia melihat antrian panjang di kamar mandi umum dan tidak mau menunggu. Dia pun memilih untuk kembali ke kamarnya dulu dan mandi nanti saja.

Andra berjalan menuju kamarnya dengan membawa keranjang berisi pakaian kering yang telah ia cuci kemarin. Ketika dia masuk ke kamarnya, dia melihat Rain dan Farel tertidur di kasur mereka masing-masing. Andra tidak mengganggu mereka yang sedang tidur. Dia pikir mereka telah membuang sampah lorong bersama-sama seperti yang diperintahkan Ustad Budi tadi pagi.

Andra pun tidak baring di kasurnya sendiri. Dia merasa bosan dan ingin mengobrol dengan teman-temannya yang lain. Dia menaruh keranjang tersebut di bawah ranjangnya dan Alfachri. Dia pun pergi ke kamar sebelahnya yang dihuni oleh Rizal, Ray, Dika, dan Luthfi. Mereka adalah teman-teman sekelasnya yang juga tinggal di lorong yang sama.

Andra masuk ke kamar sebelahnya dan disambut dengan hangat oleh teman-temannya. Mereka sedang asyik bermain kartu UNO di lantai kamar mereka. Andra pun ikut bergabung dengan mereka dan menunggu gilirannya untuk bermain bersama-sama. Mereka tertawa-tawa dan bercanda sambil bermain UNO. Yang kalah akan disuruh push-up. Andra kembali ke kamarnya 30 menit kemudian.

Sementara itu, Alfachri pulang dari main basket sekitar jam 09.00. Dia merasa haus dan berkeringat setelah bermain basket selama satu jam. Dia ingin minum air putih dan mandi segera. Namun ketika dia sampai di depan selasar kamar mandi, dia juga melihat antrian panjang di depan pintunya.

Alfachri tidak mau menunggu terlalu lama. Dia pun memutuskan untuk kembali ke kamarnya dulu dan mengambil gelasnya, kemudian mengisinya dengan air dari dispenser di Lorong. Dia meneguknya dengan puas. Dia kembali ke kamarnya dan mencoba untuk mendinginkan diri

Ketika dia masuk ke kamarnya, dia melihat Rain, Farel, dan Andra tertidur di kasur mereka masing-masing. Alfachri tidak mengganggu mereka yang sedang tidur. Dia pikir mereka pasti telah membuang sampah lorong bersama-sama seperti yang diperintahkan Ustad Budi tadi pagi.

Alfachri pun minum air putih dari galon yang ada di kamarnya. Dia merasa segar setelah minum air putih. Dia pun tidak baring di kasurnya sendiri. Dia merasa bosan dan ingin bermain laptop, namun persyaratan pengambilan laptop adalah mandi dan shalat dhuha. Alfachri kemudian mengambil handuknya dan pergi ke selasar kamar mandi. Sekarang sudah ada kamar mandi yang kosong, jadi dia langsung memasukkan embernya dan mandi, lalu shalat dhuha setelahnya.

Dia pun pergi ke ruang laptop yang terletak di lantai bawah asrama. Ruang laptop adalah tempat dimana para siswa mengumpulkan laptop mereka, dan diambil saat pergi ke sekolah, belajar di malam hari, atau pada akhir pekan. Di akhir pekan, siswa bisa menggunakan media sosial di laptop mereka sampai pada jam yang ditentukan. Biasanya pada pukul 11.30. Setelah itu para siswa mengumpulkan laptop mereka lagi di ruang laptop.

Alfachri masuk ke ruang laptop dan mengambil laptopnya. Setelah itu, dia pergi ke ruang tamu lantai atas asrama, yang letaknya di samping UKS.

Alfachri pun duduk di salah satu kursi dan meletakkan laptopnya di atas meja. Dia menyalakan laptopnya dan membuka YouTube, kemudian menonton streamer favoritnya yang sedang streaming pagi itu. Streamer favoritnya adalah seorang Vtuber, Vestia Zeta. Dia sedang bermain Valorant pagi itu.

Sementara itu, Ustad Budi keluar dari kamarnya lalu dia terkejut melihat banyak sampah berserakan di lantai lorong itu. Sampah-sampah itu berasal dari kamar-kamar para siswa yang sudah menyapu lorong mereka masing-masing dan menumpuknya di ujung Lorong. Ustad Budi marah melihat pemandangan itu. Dia tahu bahwa kamar yang piket hari ini adalah kamar Farel dan teman-temannya.

Ustad Budi pun berjalan menuju kamar nomor 125 dan mengetuk pintunya dengan keras. Dia ingin menegur Farel dan teman-temannya yang tidak bertanggung jawab. Dia berharap mereka sudah bangun dan siap untuk membuang sampah lorong mereka.

Namun ketika dia membuka pintu kamar nomor 125, dia melihat Farel, Rain, dan Andra masih tertidur di kasur mereka masing-masing. Mereka tidak menyadari bahwa Ustad Budi sudah masuk ke kamarnya.

Ustad Budi semakin marah melihat mereka yang masih tidur. Dia membangunkan mereka dengan suara keras. ”Hey, bangun!”

Farel, Rain, dan Andra terbangun dengan kaget. Mereka melihat Ustad Budi yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya dengan tatapan sinis.

I-iya Ustad, ada apa ya?” Farel bertanya dengan suara gugup.

Ada apa? Coba kalian lihat di depan lorong.”, ujar Ustad Budi.

Farel baru mengingat, bahwa kamar mereka mendapat tugas membuang sampah ke TAYO.

“Astagfirullah, baru ingat Ustad, kamar kami yang bertugas membuang sampah.”, ujar Farel

“Hebat sekali. Coba kalian lihat sekarang jam berapa., Ustad Budi menyindir mereka.

Astagfirullah. Sudah jam 11! Maaf ustad, tadi saya tidak sengaja tertidur, Rain mencoba membela diri dengan suara lemah.

“Tidak sengaja tertidur? Kalian harusnya langsung mengerjakan tugas yang saya berikan setelah saya suruh!”, Ustad Budi berbicara dengan suara yang tegas.

“Maaf Ustad Budi, kami benar-benar minta maaf. Kami akan segera membuang sampah lorong sekarang juga.” Andra mencoba meredam amarah Ustad Budi.

“Terlambat! Kalian sudah terlambat! Sekarang jam sudah menunjukkan pukul 11! Kalian harusnya sudah membuang sampah lorong kalian sebelum jam 8!

Sekali lagi maafkan kami Ustad., Farel memohon kepada Ustad Budi.

“Sekarang cepat bangun dari kasur kalian dan bersiap-siap untuk membuang sampah lorong kalian!” Ustad Budi menyuruh mereka dengan suara keras.

Farel, Rain, dan Andra pun bergegas bangun dari kasur mereka dan bersiap-siap untuk membuang sampah lorong mereka. Mereka merasa bersalah. Farel merasa bersalah karena tidak memanggil teman-temannya. Rain merasa bersalah tidak mengecek ujung lorong terlebih dahulu, dan mengira Farel sudah membuangnya. Andra merasa bersalah karena mengira Rain dan Farel sudah membuang sampah lorong.

“Nanti malam, setelah shalat isya, kalian satu kamar kumpul di depan meja saya!”, perintah Ustad Budi.

Mereka bertiga serentak menjawab “Baik Ustad.”

 

Sementara itu, Alfachri masih asyik bermain laptop di ruang tamu lantai atas asrama. Dia tidak tahu apa yang terjadi di kamarnya. Dia juga tidak tahu bahwa dia juga akan di panggil ke depan meja Ustad Budi setelah Isya.

Farel, Rain, dan Andra berhasil membuang sampah lorong mereka ke TAYO dengan cepat. Mereka berlari-lari membawa kantong-kantong sampah yang banyak dan ada beberapa yang berisi sampah organik, jadi baunya sudah tidak sedap.

Setelah selesai, mereka kembali ke kamarnya dan berbincang-bincang.

“Alfachri mana ya?”, Andra memulai percakapan.

“Iya, dari tadi gak keliatan.”, ujar Rain.

“Dia tidak membantu kita membuang sampah tadi.”, Farel mengeluh.

Sementara itu, Alfachri masih asyik bermain laptop di ruang tamu lantai atas asrama.

Ustad Budi pun berjalan menuju selasar lantai atas asrama untuk mencari Alfachri. Dia ingin menegur Alfachri yang tidak membantu teman-temannya membuang sampah lorong.

Ketika dia sampai di selasar lantai atas asrama, dia melihat Alfachri yang sedang duduk di salah satu kursi dan bermain laptop dengan asyik. Dia melihat layar laptop Alfachri yang menampilkan game yang sedang dimainkannya.

Ustad Budi pun mendekati Alfachri dan menepuk bahunya dengan keras. Dia ingin membangunkan Alfachri dari keseruan bermain game online.

“Hey, kamu! Apa yang kamu lakukan di sini?” Ustad Budi bertanya dengan suara keras.

Alfachri terkejut dan kaget. Dia melihat Ustad Budi yang sedang berdiri di depannya dengan wajah marah. Dia juga melihat jam di layar laptopnya yang menunjukkan pukul 11.00. Dia merasa bingung dan takut.

“U-ustad Budi? S-saya sedang bermain laptop.” Alfachri menjawab dengan suara gugup.

“Bermain laptop? Apa kamu tidak tahu bahwa tetap tidak boleh bermain game walau hari ini boleh menggunakan media sosial? Kamu sudah melanggar aturan asrama!” Ustad Budi mengecam Alfachri.

“M-maaf Ustad Budi, tadi saya cuma menonton YouTube, tapi entah kenapa saya bosan dan ingin bermain game.” Alfachri mencoba menjelaskan dengan suara lemah.

Ini peringatan terakhir, sekali lagi saya lihat kamu bermain game, akan saya sita laptop kamu!”

Iya Ustad.”

Kenapa kamu tidak membuang sampah lorong tadi pagi?”

Alfachri terdiam, dia kaget bahwa sampah lorong belum terbuang. Dia mengira teman-temannya sudah melakukannya.

“Maaf Ustad, saya kira teman-teman saya sudah-“

“Memang sudah, tapi itu terjadi barusan. Apa kamu tidak merasa bersalah, semua teman-temanmu membuang sampah yang banyak, bolak-balik, dan kamu di sini dengan santai bermain laptop?”

“Maaf, Ustad.”

“Sekarang cepat matikan laptopmu dan ikut saya ke kamarmu! Dan jangan lupa untuk minta maaf kepada teman-temanmu yang sudah membantu kamu membuang sampah lorong!” Ustad Budi menyuruh Alfachri dengan.

Alfachri pun bergegas mematikan laptopnya dan mengembalikannya ke ruang laptop. Dia merasa malu terhadap Ustad Budi dan teman-temannya.

Ustad Budi membawa Alfachri ke kamarnya. Di sana dia melihat Farel, Rain, dan Andra yang sedang duduk di lanntai. Mereka melihat Alfachri yang datang bersama Ustad Budi dengan wajah cemas.

Ustad Budi pun memperkenalkan Alfachri kepada Farel, Rain, dan Andra. Dia memberitahu mereka bahwa Alfachri adalah teman kamar mereka yang tidak membantu mereka membuang sampah lorong. Dia juga memberitahu mereka bahwa Alfachri bermain game di laptop.

Farel, Rain, dan Andra merasa marah dan kecewa kepada Alfachri. Mereka tidak menyangka bahwa Alfachri tidak peduli dengan tugas dan tanggung jawab mereka. Mereka juga tidak menyangka bahwa Alfachri lebih mementingkan bermain game online daripada membantu mereka.

Alfachri pun meminta maaf kepada Farel, Rain, dan Andra. Dia mengakui kesalahannya dan menyesalinya. Dia berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Dia berharap Farel, Rain, dan Andra bisa memaafkannya.

Setelah Isya, mereka berempat dipanggil ke depan meja Ustad Budi.

Ustad Budi pun memberikan hukuman kepada Farel, Rain, Andra, dan Alfachri. Hukumannya adalah membersihkan seluruh asrama selama satu minggu. Mereka harus menyapu, membuang sampah, merapikan ember, dll.

Farel, Rain, Andra, dan Alfachri merasa berat menerima hukuman itu. Mereka tahu bahwa hukuman itu akan menggangguwaktu bersantai mereka. Mereka juga tahu bahwa hukuman itu akan membuat mereka menjadi bahan tertawaan teman-teman mereka yang lain.

Namun mereka tidak bisa menolak hukuman itu. Mereka tahu bahwa hukuman itu adalah akibat dari kesalahan dan kelalaian mereka sendiri. Mereka tahu bahwa hukuman itu adalah cara Ustad Budi untuk mendidik dan mengingatkan mereka.

Mereka pun menerima hukuman itu dengan ikhlas dan bertekad untuk menjalaninya dengan baik. Mereka berjanji untuk lebih disiplin dan bertanggung jawab di kemudian hari. Mereka juga berjanji untuk lebih saling membantu dan menghargai satu sama lain.

Dari pengalaman itu, mereka belajar banyak hal. Mereka belajar untuk tidak menunda-nunda pekerjaan yang harus dilakukan. Mereka belajar untuk tidak melanggar aturan yang sudah ditetapkan. Mereka belajar untuk tidak menyia-nyiakan waktu dengan hal-hal yang tidak penting.

Mereka juga belajar untuk lebih menghargai amanah yang diberikan kepada mereka. Mereka belajar untuk lebih menghargai teman-teman yang sudah membantu mereka.

Mereka pun menjadi lebih baik dan lebih dewasa setelah menjalani hukuman itu. Mereka menjadi lebih rajin dan taat aturan di asrama. Mereka menjadi lebih bersih dan rapi di kamar mereka. Mereka menjadi lebih dekat dan kompak sebagai sahabat.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar