Sabtu, 01 Agustus 2020

Sistem Pembelajaran Daring: Kemana Bawa Anak Indonesia?

Sumber: Akun Twitter Presiden Jokowi

Suatu pagi di twitter, saya melihat sebuah postingan dari akun presiden Jokowi, sebuah gambar yang menunjukkan anak-anak menunggangi buku, pena, dan laptop menuju kepada sebuah cahaya. Buku dan pena mungkin adalah presentasi dari literasi baca dan tulis, sedangkan laptop mewakili keduanya. Tidak hanya itu bahkan laptop mencakup hampir semua literasi; sains, dan digital tentunya.

Tidak hanya melihat,  pikiran saya mulai menerawang kemana-mana. Termasuk tujuan anak-anak itu, yaitu sebuah cahaya. Saya mulai khawatir mengingat sehari sebelumnya dalam sebuah program acara dokumentasi di salah satu TV swasta, liputannya membahas tentang fenomena anak-anak yang masuk RS Jiwa karena kecanduan game online. Kekhawatiran saya terjadi karena anak yang tidak paham gawai sekalipun, saat ini dituntut untuk kenal dan paham dengan IT dan gawai. Hal ini bisa jadi membuat mereka sedikit banyak kenal dan mengerti juga tentang racun yang menyertainya.

Diterangkan detikhealth pada oktober 2019 bahwa RS. Jiwa Cisarua Prov. Jawa Barat dalam sebulan rata-rata menangani 11 hingga 12 pasien anak dengan rentang usia 7 – 15 tahun, dan total saat ini mereka ada ratusan anak yang ditangani. Mereka disebut mengalami kecanduan ponsel.  Tidak hanya spesifik kecanduan game, ada juga karena Youtube. Ada remaja yang menonton youtube seharian hingga muncl gejala psikologis. Ini adalah berita bulan oktober 2019, bagaimana dengan hari ini yang hampir seluruh anak usia sekolah semakin akrab dengan ponsel karena pandemik covid 19?

Ada ratusan webinar yang mengulas tentang masalah anak, belajar, bermain, dan gawai yang menyertainya. Sebagian memberikan solusi praktis, sebagian lagi hanya bincang-bincang ngalor ngidul dengan bahasa yang manis. Semuanya kembali kepada kesadaran dan komitmen orang tua atau yang mendampingi anak-anak di rumah. Terkadang orang tua juga tidak sadar kalau mereka yang memberikan racun kepada anak-anaknya. Biasanya kita sebagai orang tua menganggap gawai adalah solusi dari rong-rongan anak. Anak rewel, beri gawai jadi tidak rewel. Mungkin begitu praktisnya. Parahnya lagi orang tua sebenarnya tahu akan akibat yang ditimbulkannya, komitmennya aja yang kebetulan belum ada.  

Sistem pendidikan saat ini tidak akan berfungsi optimal bila tidak ada dukungan dari orang tua. Oleh sebab itu, edukasi terhadap orang tua menjadi kewajiban untuk lembaga pendidikan. Sekolah tidak boleh hanya menyiapkan guru dan sistem yang berkualitas untuk membentuk karakter dan intelektualitas anak, tetapi saat ini, menyiapkan orang tua yang berkualitas menjadi sebuah kewajiban untuk dipenuhi sebelum sistem iu dijalankan.

Alasan yang paling klise yang orang tua ajukan adalah minimnya waktu pendampingan saat anak-anak belajar online. Ini biasanya muncul dari orang tua yang keduanya bekerja. Dalam masa seperti ini tantangan orang tua bukan lagi menjadikan anak lebih sukses dalam hal pekerjaan dan tingkat pendidikannya. Tetapi lebih kepada kualitas mental dan karakter yang dimiliki anak-anak. Orang tua yang sukses saat ini adalah yang mampu menjadikan anaknya memiliki kesadaran bahwa youtube digunakan untuk belajar. Orang tua yang mampu menjadikan anaknya sadar bahwa game online itu dimainkan sekadarnya saja untuk melepas kepenatan. Orang tua yang sukses adalah orang tua yang mampu membuat anaknya sadar bahwa internet adalah media dan sumber belajar, yang membuat anaknya sadar dan menjadikan belajar dan ibadah sebagai prioritas  untuk masa depan yang cerah dunia dan akhirat.

Sekali lagi saya tekankan bahwa hastag kita hari ini adalah sekolah daring, game online, pendampingan anak, dan anak “sadar ibadah dan belajar”. Bila ilustrasi yang posting akun pak presiden dimaknai sebagai media adalah cara anak menuju ke arah cahaya generasi emas indonesia 2045 itu adalah harapan kita. Namun, lagi-lagi melihat kondisi saat ini, bisa jadi, gawai membuat “muara” sebagian generasi muda kita bisa berbelok drastis ke ‘Indonesia Cemas’ bukan ke indonesia emas. Ngeri juga membayangkan sebagian generasi muda kita akan berakhir ke rumah sakit jiwa hanya karena kita lalai bahwa mereka kecanduan racun internet (Baca: sosmed dan game online). Mari kita segera bertindak sebelum semuanya terlambat. Saya masih punya keyakinan bahwa kita semua mampu melewati ini semua dan menuju ke arah cahaya (Indonesia Emas 2045).

 

 

 

 

 

1 komentar: