Selasa, 01 September 2020

Mengajarkan Karakter Dalam Ruang Maya

 

Sekolah adalah lembaga tempat siswa belajar dan guru mengajar, konvensionalnya seperti itu.  Namun, dalam kondisi pandemi covid 19, mau tidak mau semuanya bergeser, termasuk kegiatan di sekolah. Sekolah yang ideal tidak hanya mengajarkan segala bentuk rupa mata pelajaran, tetapi yang lebih utama adalah karakter yang menjadi landasan semua itu. Di sekolah siswa melihat guru sebagai teladan untuk memahami bagaimana karakter yang baik itu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berjalan, berbicara dengan santun, bersikap jujur, peduli dan sebagainya semuanya bisa diajarkan di sekolah.

Lalu bagaimana karakter-karakter itu diajarkan di kala dunia pendidikan digeser ke dunia maya. ke tempat dimana siswa-siswa menumpahkan ekspresinya, di ruang di mana sekat-sekat itu seperti samar terlihat. Sebuah dunia virtual yang siswa bisa bebas memilih siapa yang bisa melihat aksinya. Dunia yang segala bentuk pengaruh bisa menerpa bak gelombang yang menghantam orang yang menghalanginya, entah iu baik atau buruk.

Kelas mengajar guru, kini bukan lagi dibatasi dinding tembok, tetapi oleh dinding platform sosial media. Guru mengajar di Whatsapp grup, di telegram, bertemu di meet, hingga berinteraksi secara personal atau klasikal di google classroom. Media nya bisa bermacam-macam, tetapi satu hal yang membuat kita menilai baik atau tidaknya karakter siswa kia, yaitu dari penggunaan bahasanya.

Bahasa dalam dunia virtual memegang peranan yang sanga sentral. Bahasa bukan hanya tentang pilihan kata, tetapi sampai pada tanda bacanya. Sebuah kalimat bisa berbeda maknanya hanya dengan mengganti tanda bacanya.

Oleh sebab itu, dibutuhkan pengetahuan yang ekstra tentang penggunaan bahasa dan adab-adabnya. Kemampuan dan motivasi membaca juga perlu ditingkatkan. Bagaimana kita bisa memahami dan memaknai instruksi, kalau untuk membacanya saja kita tidak punya minat dan kemauan.

Penggunaan etika berbahasa. Keterlibatan emosional (baca: perasaan), hingga logika terkait isi pesan yang ingin disampaikan harus diperhatikan. Semuanya harus digunakan secara proporsional terhadap siapa lawan berbahasa kita di dunia virtual.

Seorang guru harus menjadi teladan dalam berbahasa di dunia virtual. Penggunaan diksinya harus diperhatikan sesuai dengan konteks dimana ia beraktivitas. Wawasan bahasana juga perlu ditingkatkan. Caranya ya dengan meluangkan waktu untuk belajar dan membaca banyak referensi bahasa.

Mampu menempatkan diri dalam penyampaian informasi bisa menjadi contoh yang baik untuk anak didik yang diajarnya. Kapan seorang guru harus serius, kapan bisa bercanda, serta bagaimana menunjukkan ekspresi kemarahannya dalam koridor bahasa yang baik dan tetap santun.

Kita setidaknya bisa kembali kepada sebuah filosofi berbahasa yang berbunyi bahwa “Bahasa menunjukkan persona”. Bagaimana kepribadian seseorang bisa dilihat dari caranya berkomunikasi.

(Nurholis, 31 September 2020)

 

1 komentar: